Menurut Partai Demokrat, apa yang disampaikan Luhut itu mengada-ada. Apalagi, data yang disampaikan disebut berasal dari big data percakapan dari 110 juta orang di media sosial.
Deputi Bapilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mengatakan, alasan serupa pernah disampaikan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. Namun alasan big data dikritik publik, termasuk pada praktisi media sosial.
"Apalagi jika diperhadapkan dengan data di lapangan yang terekam oleh sejumlah survei nasional. Jauh lebih banyak yang menolak wacana penundaan pemilu," kata Kamhar Lakumani kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (12/3).
"Jadi sebaiknya Pak LBP tak usah mengulang-ulang menyanyikan lagu lama yang sumbang," imbuhnya menegaskan.
Kamhar menyarankan agar Luhut segera menghentikan wacana penundan Pemilu 2024 yang membuat gaduh masyarakat. Menurutnya, wacana itu justru bisa menjerumuskan Presiden Joko Widodo karena bertentangan dengan konstitusi.
"Jangan jerumuskan Presiden Jokowi dengan wacana yang inkonstitusional dan berpotensi membuatnya menjadi 'Malin Kundang' reformasi," katanya.
Kamhar menyarankan agar Luhut belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang secara tegas menolak penambah masa jabatan presiden meskipun tingkat kepuasan publik terhadap SBY sangat tinggi kala itu. Terlebih, konstitusi membatasi masa jabatan atau periodesasi presiden.
"Kekuasaan memang cenderung menggoda, karenanya diperlukan kearifan dan kebijaksanaan dalam pengelolaannya agar husnul khatimah, tak terjebak pada jebakan kekuasaan yang ingin terus melanggengkan kekuasaan," pungkasnya.
Sumber: RMOL