Oleh : Hendra J Kede
Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PP KBPII
Penulis kutip pernyataan Luhut Binsar Panjaitan pada salah satu media online (16/3/2022) terkait perpanjangan masa jabatan Presiden sebagai berikut :
"Saya tanya kamu, apa alasan orang bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?"
"(Masyarakat bertanya), kenapa duit segitu besar, itu kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan Covid, keadaan masih begini, dan seterus-seterusnya. Itu pertanyaannya."
"Kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun, kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itu lah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya."
"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?"
Pertanyaan penulis
Menurut Pak Luhut, Presiden Jokowi baru bisa turun sebagai Presiden kalau sudah ketemu alasan kenapa harus turun, gitu?
Dan alasannya itu di luar alasan habis masa jabatan kedua sebagaimana diatur UUD NRI 1945 saat ini?
Kalau begitu, siapa yang akan menjawab dan jawaban itu diberikan kepada siapa?
Jawaban itu disampaikan oleh siapa kepada siapa, melalui sarana apa, jika diluar mekanisme Pilpres?
Alasan mah banyak, sebanyak alasan yang ingin mempertahankan, cuma yang akan menilai alasan itu siapa?
Kalau yang menilai alasan itu tidak bisa menerima alasan yang diberikan kenapa Presiden harus turun, termasuk MPR sekalipun, berarti Presiden terus menjabat, gitu?
Ini logika Pak Luhut sendiri untuk kepentingan politik sendiri atau logika Pemerintah demi kepentingan rakyat dan negara?
Terus bagaimana dengan pernyataan Menkopolhukam, pemerintah tidak pernah membicarakan perpanjangan jabatan Presiden?
Kalau mengikuti logika Pak Luhut, Presiden bisa seumur hidup dong?
Duh gustiiiiii, paringono eliiiiiing