Oleh: Yusuf Blegur
Alih-alih rezim bermanuver melontarkan usulan penundaan pemilu 2024, respon rakyat justru ingin percepatan pelaksanaan pilpres guna menyelamatkan negara dari krisis multidimensi. Selain dikelola aparat pemerintahan bermental penjahat, bangsa ini kian terpuruk karena dekadensi moral dan kegagalan pembangunan di pelbagai sektor.
Usulan penundaan pemilu 2024 yang substansinya membungkus syahwat memperpanjang kekuasaan. Semakin berkelindan mengiringi persekongkolan pejabat eksekutif dan legislatif. Paduan suara sumbang dan memekakkan telinga kesadaran, semakin percaya diri dan ndableg meski banyak mendapat cemoohan juga hujatan rakyat.
Pasalnya, ditengah suasana yang mengindikasikan keterpurukan dan kebangkrutan Indonesia. Pemerintah malah tak tahu diri dan seperti berhalusinasi memperpanjang jabatan. Utang menjulang yang rentan tak terbayar, keadaan kebijakan fiskal dan moneter yang semakin kritis, kemiskinan mengintai kelangkaan bahan pangan dan menurunnya daya beli rakyat. Malah disikapi rezim sebagai keberhasilan, sehingga pemerintah seperti orang kesurupan mengusulkan penundaan pemilu 2024. Dengan kata lain, sudah bobrok mau lama bekuasa.
Dengan kondite dan jejak rekam yang menjadi mimpi buruk dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang pernah ada. Cek ombak melambungkan penundaan pemilu 2024 yang diusung berjamaah oleh gerombolan hipokrit, koruptor dan penjilat kekuasaan. Nafsu berkuasa yang malu-maluin itu bukan hanya penghianatan dan kejahatan konstitusi. Lebih dari itu, menyemburkan suasana ‘politik sandera’ diantara para kekuatan birokrasi dan politisi. Saling pagut-memagut, saling tikam-menikam yang seperti diketahui rakyat akhirnya berujung politik dagang sapi atau kumpulan keramaian asongan politik.
Tapi rezim terhentak, sontak terkaget-kaget. Resistensi dan perlawanan politik dari semua kesadaran kritis dan gerakan perubahan. Betapapun niat jahat kekuasaan dikemas secara konstitusional dan seolah-olah dipenuhi akal sehat, kebusukan tetap beraroma menyengat diendus publik. Rakyat terlanjur merasakan, penundaan pemilu 2024 merupakan representasi penyakit dan sekaratnya kekuasaan yang disokong oligarki. Meninggalkan kerusakan dan kehancuran sistem serta harus mempertanggungjawabkan limpahan kucuran cuan oligarki. Rezim kini dalam keadaan SOS, semakin kebablasan dan menjadi rezim otoriter dan diktator. Atau mengambil pilihan sadar dan bertanggungjawab kepada rakyat atas semua distorsi penyelenggaraan negara. Pemerintahan Jokowi terpaksa menemui situasi dilematis, menimbang-nimbang reaksi oligarki atau menghadapi pengadilan rakyat.
Sejauh tarik ulur usulan penundaan pemilu berkembang. Rakyat seperti semakin terkonsolidasi terus meningkatkan gelombang aksi demostrasi dan penolakan aturan pemerintah, yang bisa saja mewujud pembangkangan sipil.
Seperti eskalatif dan akumulatif, tuntutan Jokowi mundur semakin menggema di seantero publik.
Lupakan penundaan pemilu 2024, karena sesungguhnya rakyat mendesak pilpres secepatnya diadakan sebelum 2024. Ganti presiden sekarang juga. Demi keselamatan dan masa depan bangsa dalam bingkai Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI.
*Presidium GMNI