Demikian disampaikan politisi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira merespons pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan soal penundaan Pemilu yang diklaim disetujui 110 juta pengguna media sosial berdasarkan big data.
"Mari belajar dari sejarah, hati-hatilah mengatasnamakan rakyat hanya untuk mempertahankan kekuasaan. Nanti rakyat marah," ujar Andreas kepada wartawan, Senin (14/3).
Andreas mengajak Luhut dan publik mengingat kembali era Soeharto jatuh dari tampuk kekuasaannya. Tahun 1997, setahun sebelum Soeharto turun dari jabatannya, Harmoko yang saat itu menjabat Ketua MPR RI melapor ke Soeharto bahwa rakyat masih menghendakinya dipilih oleh MPR menjadi presiden untuk ke-7 kalinya.
"Tahun 1998 justru Harmoko pulalah yang mengetok palu memberhentikan Soeharto sebagai presiden setelah Soeharto mengundurkan diri 22 Mei 1998," kata Andreas.
Sejarah tersebut setidaknya menjadi pelajaran penting agar tidak melanggar konstitusi hanya demi mempertahankan kekuasaan.
"Jangan melanggar konstitusi hanya untuk mempertahankan kekuasaan. Nanti rakyat marah," tegas dia.
Andreas juga mempertanyakan kebenaran big data versi Luhut tersebut. Apalagi, kata dia, pemilih PDIP disebut mendukung penundaan Pemilu Serentak 2024.
"(Data) Dari mana? Jangan kita menjerumuskan Jokowi dengan klaim-klaim seperti itu (big data)," demikian Andreas.
Sumber: RMOL