WANHEARTNEWS.COM - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan bahaya yang akan dihadapi jika Pemilu 2024 ditunda.
Ia mengatakan, presiden hingga anggota DPR yang menjabat lebih dari masa jabatannya karena penundaan pemilu tak memiliki legitimasi atau keabsahan atas jabatan yang diemban.
Hal itu berisiko memunculkan pembangkangan oleh rakyat karena jabatan pemimpin serta wakil rakyat tak memiliki legitimasi.
"Ini bahaya, implikasi penundaan karena pejabat publik menjadi tidak punya legitimasi untuk melanjutkan kekuasaan dan kita, rakyat berhak melakukan pembangkangan kalau mereka memperpanjang masa kekuasaan bukan lewat pemilu. Itu bahaya utamanya," kata Burhanuddin dalam diskusi Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia, Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Ia menjelaskan, pemilu merupakan mekanisme demokrasi untuk warga negara menjadi pejabat publik.
Pemilu merupakan mandat yang dimiliki oleh rakyat untuk memilih pejabat yang mereka inginkan. Dengan demikian, seorang pejabat publik terpilih karena ada mandat rakyat lewat pemilu.
"Kalau misal pemilu ditunda, pertanyaannya, apa yang membuat kita harus taat sama pemimpin kalau mereka terpilih bukan lewat mekanisme pemilihan tapi karena menunda pemilu?," ujar Burhanuddin.
Untuk diketahui, masa jabatan Presiden Joko Widodo akan habis pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Sementara untuk DPR RI, masa jabatan akan habis per 1 Okotber 2024 mendatang.
"Ketika masa jabatan Jokowi habis, detik itu juga Jokowi tidak punya legitimasi untuk melanjutkan jabatannya. Detik itu setelah habis masa jabatan, detik itu juga dia kehilangan legitimasi," kata Burhanuddin.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga sempat menyoroti akibat yang terjadi bila wacana penundaan Pemilu 2024 yang saat ini digaungkan beberapa elite politik dan pemerintahan terealisasi.
Ia mengatakan, bila wacana penundaan Pemilu 2024 ini berhasil digolkan, maka para penggagasnya tidak akan berhenti pada penundaan pemilu saja.
Akan muncul sikap-sikap politik baru yang berupaya untuk mengubah tatanan yang telah diatur melalui konstitusi.
"Akan ada sikap politik baru, yakni misalnya pilpres (pemilihan presiden) tidak perlu langsung, kemudian pilkada tidak perlu langsung, kemudian masa jabatan tidak cukup lima tahun, maka dibuat tujuh tahun, 10 tahun, kemudian bisa saja periodisasi (jabatan) jangan hanya dua periode, tapi tambah tiga periode," kata Titi.
Adapun wacana menunda Pemilu 2024 dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Sementara, partai lainnya yakni PDI-P, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, tegas menolak wacana itu.
Belakangan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemili 2024 ditunda.
Sumber: tempo