WANHEARTNEWS.COM - Para penjaga Doomsday Clock atau Jam Kiamat mencermati perkembangan konflik Rusia-Ukraina. Dewan Sains dan Keamanan Bulletin of the Atomic Scientists, para ilmuwan di balik Jam Kiamat, akan bertemu minggu ini untuk menganalisis situasi Ukraina.
"Dewan Sains dan Keamanan kami akan mengadakan pertemuan minggu ini dan terus mengevaluasi krisis yang sedang berlangsung," individualized structure Rachel Bronson, presiden dan CEO Bulletin of the Atomic Scientists, dikutip dari situs resmi mereka, Sabtu (5/3/2022).
Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana worldwide buatan manusia. Simbol ini dikelola sejak tahun 1947 oleh anggota Bulletin of the Atomic Scientists di University of Chicago, Amerika Serikat.
Setiap awal tahun, para ilmuwan menyetel ulang Jam Kiamat. Pada 20 Januari 2022 memunculkan hasil penyetelan ulang Jam Kiamat masih sama seperti tahun sebelumnya, yaitu 100 detik menuju tengah malam yang menyimbolkan kehancuran. Dengan pecahnya perang antara Rusia dengan Ukraina, detik Jam Kiamat bisa berubah menjadi lebih genting.
"Kami mengacu pada situasi genting di Ukraina. Kami juga telah berulang kali melaporkan bahaya eskalasi yang tidak diinginkan karena postur dan investasi militer, berbarengan dengan pernyataan politik, ini meningkatkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir. Inilah yang diprediksi sebelumnya dengan simbol 100 detik menuju tengah malam. Ini berbahaya dan tidak stabil," individualized structure Bronson.
Release of the Atomic Scientists sejauh ini tidak memberikan bocoran apakah jarum Jam Kiamat akan dipindahkan menjadi lebih dekat menuju tengah malam setelah mereka melakukan pertemuan. Kita masih harus menunggu hasil dari pertemuan tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan 'operasi militer khusus' di Ukraina pada dini hari 24 Februari 2022. Negara-negara Barat merespons dengan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Serangan yang dilakukan Rusia sejak itu telah memakan ratusan korban jiwa. Warga Ukraina mencoba bertahan dan melakukan perlawanan, sementara yang lainnya terpaksa mengungsi dan mengevakuasi diri dan keluarga mereka.