OLEH: DJONO W OESMAN
PRESIDEN Jokowi marah. "Pensil, kertas, impor. Pulpen impor. Ini apa ini?" katanya di depan para menteri dan pejabat lain, saat memberi arahan Bangga Buatan Indonesia, di Bali, Jumat (25/3). Ditegasi: "Bodoh banget kita ini."
Presiden merinci barang-barang impor. Seragam, sepatu anggota TNI dan Polri. CCTV. Alat kesehatan (Alkes) ranjang rumah sakit. Alat pertanian. Traktor untuk menanam jagung di Atambua, NTT, yang dikunjungi Jokowi, Kamis (24/3). Traktor impor.
Jokowi: "Untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat memiliki anggaran Rp 526 triliun. Pemerintah daerah Rp 535 triliun. BUMN Rp 420 triliun. Uang yang besar banget. Kita belanjakan itu untuk impor. Uang rakyat kita itu."
Dilanjut: "Sedih saya, belinya barang-barang impor semua."
Dilanjut: "Enggak usah muluk-muluk, dibelokkan 40% saja ke dalam negeri. Bisa men-trigger growth ekonomi kita. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa 1,71%, BUMN 0,4%. Nah ini kan 2% lebih."
Jokowi heran. Dengan pola penggunaan anggaran pengadaan barang dan jasa.
Dilanjut: "Ini kan 2% lebih enggak usah cari ke mana-mana. Tidak usah cari investor. Diem saja tapi kita konsisten membeli barang yang diproduksi pabrik, industri kita, UKM kita, kok enggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau enggak melakukan ini," suaranya meninggi.
Dilanjut: "Malah beli barang-barang impor, mau kita terus-teruskan, ndak. Ndak bisa. Kalau kita beli barang impor bayangkan kita beri pekerjaan ke negara lain, capital outflow, pekerjaan ada di sana, bukan di sini. Coba kita belokkan semua ke sini. Barang yang dibeli dalam negeri, akan ada investasi, bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan. Kalau ini tidak dilakukan sekali lagi bodoh banget kita ini."
Pernyataan Jokowi langsung disambut tepuk tangan hadirin. Awalnya pelan. Terutama di bangku deretan belakang. Beberapa detik, makin banyak tepuk tangan.
"Jangan tepuk tangan," sergah Jokowi. Seketika tepukan berhenti.
"Karena kita belum melakukan. Kalau nanti melakukan dan betul-betul semua mengerjakan, silahkan semuanya tepuk tangan."
Suasana hening, Para menteri, gubernur, kepala lembaga, dan pejabat lain, diam.
Kemarahan Presiden Jokowi diarahkan kepada dua menteri, menteri kesehatan dan menteri pertanian. Yang ditunjuk langsung dari podium ke hadirin.
Jokowi: "Pak Mentan, apa... traktor-traktor kayak gitu, bukan high tech aja impor, jengkel saya."
Dilanjut: "Saya kemarin dari Atambua, nanam jagung. Saya lihat traktor, alsintan (impor). Aduh.... enggak boleh Pak Menteri, enggak boleh."
Ada yang Membela
Sentilan keras Presiden Jokowi ditujukan langsung ke Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dari Partai Nasdem.
Dikonfirmasi wartawan, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali. mengatakan:
"Itu kan haknya dia. Hak Pak Presiden untuk menilai kinerja pembantunya. Apakah kemudian seorang pembantu, salah satunya Syahrul Yasin Limpo, dianggap gagal, hanya gara-gara dia masih menggunakan alat-alat pertanian impor, terus kemudian tidak memperhitungkan prestasi dan surplus pangan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian."
Dilanjut: "Kami (Partai Nasdem) sama Pak Jokowi itu sudah 8 tahun. Dan nilai persahabatannya itu kan kami sudah lewati. Sahabat itu adalah di saat kau susah maupun senang, kita akan selalu mengingat. Kita meletakkan itu pada nilai-nilai persahabatan," ujarnya.
Dilanjut: "Jadi hubungan Pak Jokowi ini dalam persahabatan. Yang tahu gimana ketulusan NasDem bersahabat dengan dia adalah Jokowi sendiri. Begitu pula Nasdem tentu tahu ketulusan Pak Jokowi, bersahabat dengan kami."
Kalimat Ahmad Ali jelas. Tak perlu ditafsirkan lagi.
Kemarahan Jokowi terhadap para menteri ini sudah berkali-kali. Sampai Jokowi jengkel. Dan, semua kemarahan Jokowi selalu rasional, demi kebaikan bangsa.
Kinerja para menteri begitu lagi... begitu lagi. Kalau dikomentari dalam bahasa Surabaya:
"Wis... angel... Angel temen tuturane wong-wong iki."
Dalam bahasa lebih umum: "Dasar, batu. Diberitau gak ditiru."
Tapi, mungkin Jokowi tidak memperhatikan, bahwa bukan hanya barang yang impor. Restoran pun impor. 'Restoran melayang' di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan.
Berupa rangkaian besi, sebagai alas meja kursi pengunjung. Setelah meja terisi pengunjung, besi ditarik crane ke angkasa. Setinggi sekitar 20 meter.
Namanya: Lounge In The Sky (LITS). Pengelola LITS kepada wartawan, Jumat (25/3) menjelaskan: Ini diimpor dari Belgia. Jadi, dijamin aman.
Pengelola LITS: "LITS Indonesia berkerja sama dengan Dinner In The Sky (DITS) Asia. Grup ini menyelenggarakan LITS dan DITS di 67 negara di seluruh dunia."
Bagaimana kalau talinya putus? "Teknologi ini sudah digunakan 16 tahun zero accident. Semua gambar teknis hingga perhitungan struktur, dibuat sesuai German Norm DIN 4112 dan telah diuji TÜV SÜD."
Gampangnya, impor dari Belgia, tapi teknologi Jerman. Dijamin aman. Pengunjung antre.
Restoran serupa pernah ada di Yogya. Tepatnya di Pantai Nguluran, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Namanya 'Ngopi in The Sky'. Ada sejak akhir tahun lalu.
Rangkaian besi sebagai lantai, bersama manusianya yang ngopi, ditarik ke angkasa oleh mobil crane. Mobil proyek. Krekek... krekek... setinggi sekitar 10 meter. Ini asli produk dalam negeri. Maka, tarikannya bunyi seperti tokek itu.
Kamis, 6 Januari 2022, atau setelah beberapa hari beroperasi, 'Ngopi inThe Sky' ditutup Pemda DIY. Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji kepada pers mengatakan:
"Bahaya. Tidak terjamin keamanannya. Sertifikasi keselamatan pengunjung harus terjamin. Makanya harus ditutup."
Seumpama Presiden Jokowi tahu, ada restoran teknologi impor, entah bagaimana reaksinya. Karena, harga makanan di LITS Jakarta, pasti including impor Belgia dan teknologi Jerman.
Berarti terjadi capital outflow. Dari Indonesia ke Belgia dan Jerman. Negara miskin membayari negara kaya.
Kecuali, restoran di Yogya itu. Dikerek mobil proyek. Lengkap dengan bunyi tokeknya.