Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha, menyarankan agar Luhut bertanggung jawab atas klaimnya tersebut. Jika tidak bisa menjelaskan big data yang diperoleh, Luhut dapat terancam pidana pasal penyesatan informasi atau penyebaran informasi hoax.
"Itu kan Pak LBP terus diam dan menghilang. Tidak lagi bicara soal big data itu. Padahal banyak pihak menyatakan klaim itu tidak benar atau bohong. Lha kalau bohong terus disebar kan namanya penyebar hoax. Kan ada ancaman hukuman bagi penyebar hoax,” kata Abdul Rachman kepada wartawan, Rabu (16/3).
Rachman mengatakan, sudah banyak masyarakat dan aktivis yang masuk penjara dengan jeratan pasal penyebaran hoax, baik melalui (UU ITE maupun KUH Pidana.
Atas dasar itu, Senator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) ini mempertanyakan, adakah perbedaan yang dilakukan Luhut dengan menyebar informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut dengan aktivis yang dipenjara karena dijerat UU ITE.
"Ini seperti rilis hasil survei-lah, yang salah satu tujuannya untuk membentuk opini di publik. Atau untuk agenda setting publik. Supaya masyarakat terpersepsi bahwa si A atau si B calon potensial. Kan kita tahu itu. Yang dilakukan LBP ini sama," tegasnya.
Abdul Rachman menegaskan, pembentukan opini dengan hoax adalah pelanggaran hukum. Dia meyakini, bahwa pola-pola yang dilakukan Luhut justru gagal memprovokasi masyarakat untuk mempercayai itu.
"Dan gagal memprovokasi tokoh-tokoh untuk mendukung. Yang terjadi malah sebaliknya. LBP malah dikeroyok oleh data yang menyatakan sebaliknya," tandasnya.
Sumber: RMOL