Pakar Politik UGM: Jokowi Mau Langgengkan Kekuasaan tapi Tak Siap Hadapi Pemilu -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pakar Politik UGM: Jokowi Mau Langgengkan Kekuasaan tapi Tak Siap Hadapi Pemilu

Selasa, 08 Maret 2022 | Maret 08, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-03-08T03:03:15Z
Wanheart News

WANHEARTNEWS.COM - Sejumlah elite politik usul Pemilu 2024 ditunda. Usulan ini menuai protes sejumlah pihak karena dinilai tidak masuk akal.

Pengajar politik dan pemilu Universitas Gadjah Mada, Wawan Mas'udi, menilai usulan menunda pemilu tidak masuk akal dan kontra produktif terhadap perkembangan dan sistem demokrasi yang telah dibangun selama ini.

Pemilu dan sirkulasi kekuasaan yang bersifat rutin sesungguhnya menjadi momentum rakyat sebagai pemilik kedaulatan dalam sistem demokrasi untuk melakukan koreksi.

“Pemilu itu alat mengontrol jalannya pemerintahan, baik di eksekutif maupun di legislatif. Artinya pemilu yang rutin itu merupakan fondasi bagi demokrasi elektoral yang kita punya. Kalau fondasinya saja dipersoalkan maka perkembangan demokrasi kita jelas akan mengarah pada kemunduran”, ujar Dekan Fisipol UGM ini, Senin (7/3).

Menurut Wawan, harus dipahami bahwa pemilu dan pergantian kekuasaan yang bersifat rutin itu merupakan ukuran paling dasar sehingga jangan sampai diganggu. Jika diganggu tentu akan membuat kemunduran, dan terbukti selama 20 tahun lebih berjalan Pemilu bisa berlangsung secara rutin dan masyarakat atau publik menaruh kepercayaan yang besar untuk sistem yang dibangun.

“Harus diakui pula setiap kali pelaksanaan pemilu selalu ada konflik, tapi selalu bisa diatasi. Artinya ada proses pendewasaan politik yang berlangsung pada level masyarakat, dan ini berarti pula perkembangan demokrasi di Indonesia sangat bagus”, tuturnya.

Ia menuturkan dalam sejarah politik Indonesia pasca-Reformasi belum pernah ada penundaan pemilu karena memang tidak ada situasi yang memaksa untuk menunda.

Pandemi sempat menunda jadwal untuk pemilu lokal di beberapa daerah. Namun hal ini juga ada mekanisme seperti penunjukan pejabat pelaksana. Selain itu, pemilu lokal untuk memilih kepala daerah ini  berbeda dengan pemilu yang bersifat umum atau nasional.

“kita tahu hampir semua negara ketika pandemi menghebat banyak yang menjadwal ulang. Kalau kemudian pemilu 2024 ditunda dengan alasan yang tidak jelas bisa berbahaya, bisa-bisa masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem demokrasi yang telah terbangun”, ucapnya.

Wawan berpendapat menunda pemilu merupakan proses yang berat. Apalagi UUD 1945 mengamanatkan 5 tahun sekali harus dilakukan pemilihan umum.

Dengan menunda pemilu, kata dia, berarti harus ada perubahan pada konstitusi dan perubahan konstitusi tidak semudah yang dibayangkan. Bisa saja pemilu ditunda jika ditemukan alasan yang memaksa, misal Indonesia mengalami situasi krisis atau sedang menghadapi pandemi.

“Kita kan tidak sedang dalam situasi krisis. Betul kita sedang menghadapi pandemi, betul bangsa sedang struggle menghadapi banyak hal, tapi tidak sedang dalam krisis. Pandemi memang masih ada tetapi sudah bisa kita kelola, sehingga alasan penundaan itu menjadi susah pondasinya untuk saat ini," paparnya.

Apalagi, kata Wawan, masyarakat selama dua tahun pandemi cukup mendapat edukasi, sudah bisa berinvestasi dalam cara hidup yang baru dan cakupan vaksin sudah cukup tinggi.

Wawan menilai masyarakat siap untuk perhelatan pemilu pada 2024. Pilkada langsung yang seharusnya dilaksanakan 2019 dan diundur 2020 karena pandemi menjadi cukup modal pengalaman untuk itu.

“Meski ditunda dan masih pandemi, pilkada yang berlangsung cukup menarik karena tingkat partisipasinya cukup tinggi dan tidak terbukti ada penyebaran atau menjadi klaster. Kita harus hargai pengalaman itu  dan masyarakat cukup kuat terhadap situasi-situasi semacam itu," ungkapnya.

Kalaupun sejumlah elit dan partai politik masih terus ngotot ingin menunda pemilu, kata Wawan, hal itu demi melanggengkan kekuasaan tanpa harus repot-repot mempersiapkan pemilu.

Hal ini juga menimbulkan kecurigaan soal ketidaksiapan partai politik untuk bertarung dalam pemilu. Elite parpol itu dianggap tidak siap dan tidak mampu meyakinkan pada publik sehingga saat survei elektabilitasnya tidak terdongkrak.

“Dengan ditunda kan akan panjang posisi dan kekuasaan mereka, baik itu di parlemen atau di manapun. Jadi lebih ke situ, motif-motif lain saya kira susah untuk dicari," ujarnya.

Oleh karena itu, saran Wawan, saat ini justru menjadi momentum parpol untuk mempersiapkan diri dan menunjukkan kinerja terbaik di depan publik. Bagaimana mereka bisa berkontribusi melalui anggotanya yang ada di DPR atau para kepala daerah untuk membuktikan diri kepada masyarakat bahwa mereka bisa mengatasi dan bisa membantu bangsa ini keluar dari pandemi.

“Justru bagi partai politik saat ini mempersiapkan diri untuk proses Pemilu, kan dijadwal tahun 2024. Masih dua tahun masih bisa mempersiapkan ke situ, mempersiapkan kader guna mempersiapkan program kampanye yang baik, melakukan edukasi pada masyarakat tentang bagaimana Pemilu bisa dilakukan," imbuhnya.

Sumber: era
×
Berita Terbaru Update
close