Waraqah bin Naufal Bukan Dukun
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَ تَسُبُّوْا وَرَقَةَ فَإِنِّيْ رَأَيْتُ لَهُ جَنَّةً أَوْ جَنَّتَيْنِ
Dari Aisyah bahwasanya Nabi bersabda: ”Jangan kalian mencela Waraqah, karena saya melihat untuknya satu atau dua surga.”
(HR. Ath-Thabarani dalam Mu’jamul Kabir (1/287), Ahmad (4/24), Ibnu Hibban (1828), Bazzar dalam Musnadnya (2174), Baihaqi dalam Al-I’tiqad (92) dan dishahihkan Abdul Haq, al-Baihaqi, Ibnul Qayyim dan Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 1434).
Menyebut Waraqoh bin Naufal sebagai dukun adalah termasuk bentuk celaan yang dilarang oleh Nabi dalam hadits di atas.
Dan termasuk kedustaan kepada Nabi serta celaan kepada Nabi ucapan bahwa beliau mendatangi dukun, karena dukun hukumnya haram dan dosa besar, mendatanginya hukumnya haram, bahkan nabi sendiri melarangnya dan menegaskannya sebagai kekufuran.
Kisah Waraqah
Waraqah bin Naufal adalah seorang imam Arab beragama Nasrani yang masih berkerabat dengan Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad.
Waraqah merupakan sepupu tertua Khadijah yang dikenal memiliki perangai baik dan menjadi orang terpandang di Suku Quraisy.
Sebagai ahli kitab yang telah lama berkelana mempelajari kebesaran Tuhan dan nabi-Nya, Waraqah menjadi orang pertama yang mengakui dan memastikan kerasulan Nabi Muhammad.
Waraqah diperkirakan meninggal pada tahun 610 M, tidak lama setelah Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya.
Ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima wahyu melalui malaikat Jibril di gua Hira, beliau mengalami guncangan fisik yang luar biasa. Tubuh Nabi menggigil, dan beliau merasa takut, yang kemudian ditenangkan oleh istrinya Khadijah. Atas fenomena ini, Rasulullah dibawa kepada Waraqah bin Naufal.
Ketika Khadijah mengajak Nabi bertemu dengan pamannya, Waraqah kala itu telah berlanjut usia.
Waraqah pun dikenal sebagai seorang penganut agama Nasrani dan dikenal sebagai tokoh dalam masyarakatnya. Maka di sana, Nabi diminta Waraqah bin Naufal untuk menceritakan pengalamannya menerima wahyu pertama, Waraqah pun mendengarkannya dengan tekun. Nabi pun menceritakannya.
Usai mendengarkan Nabi, Waraqah bin Naufal berkata: “Walladzi nafsi biyadih innaka lanabiyyun hadzihi-ummati walaqad jaa-aka anaamusul-akbaru alladzi jaa-a Musa wa inna qaumaka sayukadzzibunaka wa yu’dzunaka wa yukhrijunaka wa yuqaatilunaka”.
Yang artinya: “Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Sungguh Engkau adalah Nabi umat ini. Telah datang kepadamu An-Namus (wayhu/malaikat Jibril) yang pernah datang kepada Nabi Musa. Sungguh kaummu akan mendustakanmu, mengganggumu, mengusirmu, dan memerangimu”.
Kemudian, Rasulullah bertanya: “Am mukhrijiyya hum?”. Yang artinya: “Apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab: “Na’am. Lam ya’ti rajulun qatthu bimitsli maa ji’ta bihi illa aadahu an-naasu wa haarabuhu wa in adrakat dzalikal-yauma wa thaalat bil-hayatu nashartuka nashran qawiyyan”.
Yang artinya: “Ya. Tidak seorang pun yang datang membawa serupa dengan yang engkau bawa, kecuali dimusuhi dan diperangi orang. Kalau aku mencapai masa itu, usiaku panjang, niscaya aku akan membelamu dengan pembelaan yang kuat.”.
Dan apa yang dikatakan oleh Waraqah bin Naufal tentang kenabian Rasulullah benar adanya. Nabi sendiri pun mengalami sejumlah halangan dan rintangan dalam dakwah yang begitu berat sehingga beliau harus berpindah/hijrah dari Makkah menuju Madinah.(*)