WANHEARTNEWS.COM - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi Jakarta. Penggugatnya Imparsial, KontraS, dan YLBHI.
Imparsial, KontraS, dan YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil bersama keluarga korban penghilangan paksa melayangkan gugatan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.]
Gugatan ini dilayangkan atas Keputusan Panglima TNI terkait pengangkatan Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya pada Januari 2022 lalu.
Mayjen Untung Budiharto dulunya tercatat masuk dalam daftar eks Tim Mawar bentukan Prabowo Subianto, tim kecil yang dibuat oleh kesatuan Kopassus Grup IV TNI AD pada 1998.
“PTUN dan Pengadilan Militer Tinggi II dipilih sebagai tempat para Penggugat mencari keadilan karena tidak ada konstruksi hukum yang memadai saat ini untuk menguji obyek Keputusan Panglima tersebut dalam tenggang waktu 90 hari yang terbatas,” kata salah satu narahubung, Julius Ibrani, dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Gugatan itu didaftarkan hari ini, Jumat (1/4). Menurut Julius, seharusnya di negara hukum tidak boleh ada unsur-unsur yang tidak dapat tersentuh oleh hukum dan kemudian menciptakan eksklusivitas bahkan kekebalan.
Maka tidak ada pilihan bagi para penggugat selain harus mengajukan permasalahan ini kepada dua pengadilan tersebut.
“Ada 3 alasan kami menggugat keputusan Panglima,” kata Julius.
Pertama, kata Julius, mengangkat penjahat sebagai pejabat menciptakan preseden buruk.
Di mana orang-orang yang tidak memiliki integritas untuk memegang suatu jabatan publik/melayani masyarakat Indonesia.
“Namun diberi apresiasi dan promosi hingga menduduki jabatan penting,” ucapnya.
Kedua, pengangkatan tersebut mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang masih hilang.
Namun orang-orang yang berada pada inti kasus tersebut, kata Julius, termasuk Untung Budiharto, tidak pernah berterus terang atas kebenaran kasus atau membantu investigasi pencarian.
“Lagi-lagi malah diberi apresiasi dan promosi jabatan,” tandasnya.
Ketiga, diangkatnya figur yang tak berintegritas sebagai Pangdam Jaya, bersama dengan Surat Telegram (ST) Panglima TNI No. ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021, berpotensi dapat mengganggu penegakan hukum dan hak asasi manusia di wilayah Kodam Jaya.
“Sebab ST tersebut menyebutkan penegak hukum-seperti Kepolisian, Kejaksaan-harus berkoordinasi dengan Komandan/Kepala Satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam suatu proses hukum,” katanya.
“Dengan demikian, dipegangnya jabatan Pangdam Jaya oleh pelanggar HAM sendiri menjadi hambatan dan berpotensi mempersulit para penegak hukum, karena integritas dari pelanggar hukum tentu dipertanyakan untuk terbuka dalam penegakan hukum,” jelasnya. pojok