OLEH: DJONO W OESMAN
Di sini banyak Pungli, pak..." curhat pedagang wanita di Pasar Bogor kepada Presiden Jokowi, Kamis (21/4) siang. Wanita itu, Kurniali (23) curhat sambil menangis. Jokowi menghentikan langkah, berkata: "Tenang... tenang bu..."
Kurniali didampingi adik, Rahman (20) tidak bisa tenang. Malah histeris. Rahman bukannya menenangkan kakaknya. Justru menimpali: "Ya, Pak Presiden, om saya ngelawan Pungli malah ditahan polisi."
Kakak-beradik itu bicara bersamaan. Dengan semangat histeris. Membuat Jokowi yang mengunjungi Pasar Bogor untuk memberi bantuan minyak goreng, menghentikan langkah. Rombongan ikut berhenti.
Jokowi sudah berusaha menenangkan, tapi Kurniali dan Rahman terus bicara sambil menangis. Kejadian ini direkam video, beredar ke medsos, dan viral.
Untung, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, yang di sebelah Jokowi, segera mengeluarkan notes dan pena. Pramono tampak mencatat curhat Kurniali - Rahman.
Pramono ke pedagang: "Siapa yang ditahan polisi?"
Pedagang: "Om saya. Dia ngelawan Pungli malah ditahan polisi. Di mana keadilannya, pak..."
Pramono: "Nama om yang ditahan, siapa?"
Pedagang: "Ujang Sarjana."
Jokowi mengamati catatan Pramono. Lalu, Jokowi berkata ke pedagang: "Ya... sudah dicatat." Kemudian Jokowi didampingi rombongan berjalan, melanjutkan keliling Pasar Bogor.
Drama sekilas, cerita kuno Indonesia: Pungli. Terjadi di mana-mana. Dilakukan preman, juru parkir, Ormas, sampai aparatur negara dari berbagai lembaga.
Wartawan kemudian konfirmasi ke Polres Bogor Kota, Kamis (21/4) malam. Diterima Kapolresta Bogor Kota, Kombes Susatyo Purnomo Condro, menjelaskan:
"Terima kasih atas informasi yang disampaikan dan terhadap pemberi informasi telah kami lakukan pemeriksaan atas keberatan yang disampaikan kepada Bapak Presiden. kami akan menindaklanjuti dengan audit investigasi."
Dilanjut: "Sebagai informasi, perkara ini ditangani kepolisian pada Desember 2021 atas pengeroyokan terhadap sesama pedagang."
Dilanjut: "Keberatan atas penanganan perkara ini juga telah diuji melalui mekanisme praperadilan. Tapi, kami akan memberikan atensi khusus terhadap perkara ini."
Kurang puas, wartawan konfirmasi ke pedagang di Pasar Bogor terkait itu. Wawancara dengan Rahman, yang curhat histeris ke Presiden Jokowi. Dijelaskan demikian:
Rahman dan kakaknya, Kurniali, berdagang buah di satu lapak. Di situ juga ada paman mereka, Ujang Sarjana, juga berdagang buah.
Di pasar tersebut ada dua lelaki Ardiansah dan Ade Komeng. Selalu keliling pasar tiap hari. Membagikan sekantong minuman dan sebungkus rokok ke setiap lapak pedagang. Merata.
Lalu mereka berputar, menagih pembayaran minuman dan rokok yang dibagi tadi.
Rahman: "Mereka (Ardiansah dan Ade Komeng) maksa. Semua harus beli, harus bayar. Kayak preman gitu. Bawa senjata tajam. Para pedagang takut, terpaksa bayar, walaupun dagangan tidak diminum atau tidak dirokok. Tiap hari begitu."
Suatu hari di Desember 2021, Ujang Sarjana menolak bayar. Mengembalikan minuman dalam plastik dan rokok. Kepada Ardiansah dan Ade Komeng, yang menolak keras. Terjadilah ribut.
Rahman: "Om saya (Ujang Sarjana) tidak memukul. Cuma cekcok mulut. Lalu mereka (Ardiansah dan Ade Komeng) lapor polisi. Om saya malah ditangkap polisi, ditahan sampai sekarang."
Dilanjut: "Kami sudah lapor ke kantor Komnas HAM beberapa waktu lalu. Tapi, cuma dicatat petugasnya. Tidak ada apa-apa lagi."
Cerita Rahman ini tergolong berani. Dengan semangat tinggi, curhat ke Presiden Jokowi. Terbukti dari pernyataan Kapolres Bogor Kota kepada wartawan, kasus ini memang ada. Bukan bohong.
Keberanian Rahman dan Kurniali, lantas membuat mereka takut pulang. Tapi, mereka juga tidak minta perlindungan polisi. Sejak Kamis (21/4) sampai tadi malam, mereka pilih ngumpet di kantor LBH, kuasa hukum Ujang Sarjana.
Lalu, apa tindakan Presiden Jokowi? Apakah cukup dengan ucapan: "Ya... sudah dicatat."
Ternyata tidak. Tidak cukup 'dicatat'. Wartawan konfirmasi ke Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Triadi Machmudin, Jumat (22/4). Bey mengatakan:
"Kemarin Bapak Presiden langsung meminta Sekretaris Kabinet yang memang tengah mendampingi, untuk mencatat hal yang disampaikan warga. Lalu, Bapak Presiden meminta Kapolda Jawa Barat untuk mencari kejelasan kasus tersebut."
Kasus yang sangat sepele. Terjadi di banyak pasar di Indonesia. Tahu-tahu 'melonjak' ke atas, sampai Presiden RI Jokowi. Dan, Presiden RI sampai menghubungi Kapolda. Untuk urusan sekecil itu.
Semua berkat medsos. Viral. Diketahui khalayak. Dikomentari banyak orang. Juga, respon positif Jokowi. Respon Jokowi seperti itu sudah sangat sering.
Contoh: Kamis, 10 Juni 2021 Presiden Jokowi berdialog dengan belasan sopir truk kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Meninjau vaksinasi. Jokowi dicurhati para sopir truk, yang mengaku dipalaki preman pelabuhan.
Seketika itu juga Presiden Jokowi menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menugaskan Kapolri agar menyelidiki preman pelabuhan. Seketika itu juga Kapolri koordinasi dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Muhammad Fadil Imran.
Esoknya, tim Polda Metro Jaya turun menyelidik ke Pelabuhan Tanjuk Priok. Terbukti, ada pemalakan. Para preman ditangkapi. Tidak ada lagi pemalakan, saat itu. Sampai beberapa hari kemudian.
Seumpama, Presiden Jokowi blusukan begitu setiap hari. Ke pelabuhan, pasar, toko-toko, warung-warung, gudang barang, pejagalan hewan, dan semua tempat yang kira-kira ada perputaran uang, walau kecil. Mungkin, Jokowi bakal selalu menerima curhatan serupa.
Setelah menerima curhatan, Jokowi biasanya menelepon pejabat Polri, untuk memeriksa dan menyelesaikan. Barulah diselesaikan.
Polri tentu tidak tahu kasus-kasus tersebut, jika tidak ada laporan. Karena saking banyaknya kasus serupa yang terpendam di masyarakat. Terpendam, sebab orang tidak berani melapor.
Rahman dan Kurniali termasuk pemberani. Berani meninggalkan pekerjaan, tidak dagang, dan menginap di kantor LBH.
(Penulis adalah wartawan senior)