OLEH: DAVID PRANATA BOER*
SAYA pernah mencoba-coba (2014) mikir untuk memasok dagang migor ke LN.
Yang dituju kala itu adalah Bosnia atas permintaan Dubesnya di Jakarta, ketika ketemu dan bicara langsung.
Kebutuhan migor Indonesia sangat diminati oleh dunia, apalagi khususnya oleh negara-negara muslim. Karena migor Indonesia adalah Palm Oil.
Sempat "perang isu" oleh kapitalis Barat yang menyebut migor Indonesia adalah sumber pemicu kolesterol. Tapi lama kelamaan isu itu pupus sendiri. Tahu sendirlah politik barat. (Ini bisa jadi bab ulasan tersendiri).
Tentang Bosnia, mereka sangat "tertekan" akan kebutuhan migor, karena komponen untuk memasak yang beredar di kawasan itu adalah migor dari migor Ukraina (Bunga Matahari), migor Spain (olive oil) dan migor German (Fat Oil yang tidak halal). Dan sangat mahal.
Selain masalah stock, masalah distribusi sangat terikat dengan aturan "keamanan" dan "diskriminasi" di kawasan itu, yaitu kapal tidak bisa langsung sandar jika sebelumnya sandar di negara Arab atau Israel.
Misal contoh: dalam rutenya, kapal yang sandar di pelabuhan Israel tidak boleh langsung merapat ke pelabuhan Jordan, atau ke Saudi dan sebaliknya, ini menyangkut efisiensi rute.
Kali ini muncul masalah baru, jaminan stock migor terancam karena Perang Russia vs Ukraina.
Peluang yang dimainkan oleh produsen migor Indonesia adalah bagaimana mencapai "harga baru" atas migor, supaya dapat untung. Inilah perbuatan jahat terhadap konsumen Indonesia.
Sebenarnya peluang ekspor saat ini sangat baik demi menjamin menyeimbangkan stok migor dunia.
Masalahnya, ternyata stok dalam negeri terganggu, harga pun diseret mengikuti harga pasar. Nah ini.
Andaikan pemerintah Indonesia "kuat" mengatur volume ekspor "kartel" migor, dan dengan politik bisa menjamin harga di dalam negeri. Maka aman.
Tapi ketika harga di dalam negeri juga diseret mengikuti harga dunia. Nah, ini yang terjadi.
Investasi tanah buat kebun dan karyawan yang kerja dan tenologi produksi, semuanya asli lokal Indonesia, tapi harga mengikuti harga dunia.
Ini yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Menertibkan. Semoga mampu dan bisa.
Maka kiranya perlulah lagi untuk belajar pendidikan moral Pancasila. Janhan cuma teriak “saya Pancasila”.
*(Penulis adalah Aktivis ITB 81)