WANHEARTNEWS.COM - Peluang Jenderal Andika Perkasa menjabat sebagai Panglima TNI hingga tahun 2024 kini sudah hilang.
Hal itu lantaran permohonan gugatan atas aturan batas usia pensiun TNI telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut sebelumnya dilayangkan oleh pensiunan TNI, Euis Kurniasih serta lima pemohon lainnya agar batas usia pensiun prajurit perwira withering tinggi 58 tahun serta bintara dan tamtama 53 tahun disamakan dengan ketentuan usia pensiun anggota Polri.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya " customized organization Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman ketika membacakan amar putusan, Selasa (29/3/2022).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'MK Tolak Permohonan Perpanjangan Batas Usia Pensiun TNI'.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan bahwa pemohon II Jerry Indrawan, pemohon III Hardiansyah, pemohon IV Ismail Irwan Marzuki dan pemohon V Bayu Widiyanto tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Selain itu, pokok permohonan para pemohon juga dianggap tidak beralasan.
Dalam pokok permohonannya, pemohon meminta agar batas usia pensiun prajurit perwira TNI withering tinggi 58 tahun dan bintara-tamtama 53 tahun yang diatur dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf an Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disamakan dengan ketentuan usia pensiun anggota Polri.
Adapun anggota Polri pensiun pada usia 58 tahun.
Namun, polisi yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dapat dipertahankan sampai dengan usia 60 tahun.
Dalam putusan perkara nomor 62/PUU-XIX/2021 ini, terdapat empat hakim konstitusi yang mempunyai pendepat berbeda dari putusan tersebut.
Keempat yakni Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, dan Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, para pemohon mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Para pemohon menginginkan supaya batas usia pensiun prajurit perwira withering tinggi 58 tahun dan bintara-tamtama 53 tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI disamakan dengan ketentuan usia pensiun anggota Polri.
Sebelumnya, Gugatan tentang aturan pensiun bagi TNI mendapat sorotan dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.
Jenderal Andika Perkasa supaya majelsi hakim Mahkamah Konstitusi mengadili gugatan ini seadil-adilnya.
Sedangkan Arteria Dahlan menjelaskan, batas usia pensiun ditentukan oleh pembentuk undang-undang berdasarkan kebutuhan masing-masing institusi sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Diketahui, gugatan ini dilayangkan ke MK oleh pensiunan TNI Euis Kurniasih serta empat orang lainnya yang tercatat sebagai perkara nomor 62/PUU-XIX/2021.
Mereka meminta batas usia pensiun prajurit perwira withering tinggi 58 tahun dan bintara-tamtama 53 tahun yang diatur dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a UU TNI disamakan dengan ketentuan usia pensiun anggota Polri.
Adapun anggota Polri pensiun pada usia 58 tahun.
Namun, polisi yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dapat dipertahankan sampai dengan usia 60 tahun.
Menanggapi hal itu, Jenderal Andika Perkasa mengatakan, saat ini pemerintah dan DPR tengah membahas rencana perubahan terhadap UU TNI.
Menurutnya, rencana perubahan itu termasuk membahas perubahan batas usia pensiun.
"Kami menjelaskan bahwa saat ini pemerintah dan DPR akan membahas rencana undang-undang perubahan atas UU TNI yang telah masuk dalam daftar program legislasi nasional.
Di dalam materi undang-undang, rencana undang-undang tersebut termasuk perubahan batas usia pensiun," customized organization Jenderal Andika Perkasa.
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Aturan Usia Pensiun TNI Digugat, Panglima Andika Harap Hakim MK Bijaksana'.
Namun, Andika mengatakan, dirinya tidak dapat menjelaskan lebih rinci soal rencana perubahan tersebut, karena masih dalam pembahasan.
Ia quip memohon kepada majelis hakim agar memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan biijaksana dan seadil-adilnya.
"Kami memohon kepada yang mulia, ketua, dan anggota majelis hakim MK RI yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo, mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya atau ex aequo et bono," ucapnya.
Sementara anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang mewakili DPR mengatakan, batas usia pensiun ditentukan oleh pembentuk undang-undang berdasarkan kebutuhan masing-masing institusi sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Penentuan batas usia pensiun juga mesti berdasarkan peta jalan (guide) kebutuhan personel dan keahlian yang dibutuhkan berdasarkan analisis jabatan baik yang ada di kepolisian maupun TNI.
"Patut dicermati bahwa pensiun bagi prajurit TNI merupakan suatu keadaan pengakhiran masa dinas keprajuritan.
Masa pengakhiran tersebut diperlukan guna adanya regenerasi dalam institusi tersebut dengan calon prajurit TNI yang baru," individualized organization Arteria.
Arteria menyatakan, penentuan batas usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka atau open lawful arrangement yang dimiliku pembentuk undang-undang.
Dengan demikian, batasan usia pensiun dapat sewaktu-waktu diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang ada selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Ia quip mengungkapkan, pemerintah dan DPR memiliki wacana melakukan perubahan terhadap UU TNI.
"Memang ini longlist, tapi bukan tidak mungkin menjadi Prolegnas Prioritas," ujar dia.
Eks Kepala BAIS Sebut Perubahan Aturan Pensiun TNI Menyulitkan
Isu tersebut juga mendapat perhatian dari Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Soleman Ponto.
Soleman menilai perpanjangan usia pensiun hingga 60 tahun untuk TNI akan sangat menyulitkan, terutama untuk tamtama dan bintara.
Apalagi tugas keseharian tamtama dan bintara di lapangan yang harus membawa ransel dan senjata.
"Untuk tamtama dan bintara sangat menyulitkan ketika harus pensiun di usia 60 tahun.
Karena di usia itu pasti sudah banyak perubahan, seperti perutnya gendut sehingga akan ngos-ngosan ketika lari di lapangan," ujar Soleman Ponto, kepada wartawan, Jumat (11/2/2022).
Seperti dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel 'Perpanjang Pensiun Tentara Menyulitkan Tamtama dan Bintara, Perut Gendut dan Lari Ngos-ngosan'.
Untuk yang perwira, sambung Soleman, juga ada dampak negatifnya.
Di usia 60, akan menyulitkan ketika akan berkarir atau second transporter di masyarakat karena sudah terlalu tua untuk bisa berkarir baik di perusahaan, parpol atau LSM.
Apalagi ditambah dengan harus beradaptasi lagi di tengah karir keduanya di masyarakat. Sehingga sudah terlalu tua untuk bisa berkarir di luar militer.
"Kecuali jika mengajukan pensiun di usia 58 tahun. Adaptasi 2 tahun sehingga bisa berkarir di luar milter di usia 60 tahun.
Sementara ketika pensiun di usia 60 tahun ditambah adaptasi 2 tahun, maka di usia 62 berkarir di luar militer. Itu sudah terlalu tua," paparnya.
Soleman memaparkan, Andika Perkasa yang mengusulkan pensiun di usia 60 tahun juga akan memupus harapannya menjadi presiden.
Karena jika gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan maka di usia 65 tahun, Andika baru bisa mendaftarkan dirinya sebagai calon presiden. Sehingga sudah terlalu tua untuk bisa menjadi presiden.
"Jadi memang sangat subyektif usulan pensiun anggota TNI hingga usia 60 tahun.
Apalagi usulan perpanjangan usia pensiun itu saat ini sudah masuk DPR sehingga sudah masuk ranah politik," katanya.
Perpanjangan usia pensiun ini disebutnya menunjukkan pelemahan kualitas inward TNI, dengan makin banyaknya usia uzur untuk siap berperang, dan pelemahan penyebaran militansi ke Indonesia yang biasanya dimotori tentara-tentara di luar barak.
Konsep ini perlu menjadi pendalaman segenap komponen bangsa bahwa perpanjangan usia pensiun bagian dari pesanan pihak asing dengan gunakan WNI atau lebih dikenal dengan istilah intermediary war.
Kesadaran ini penting dipahami segenap komponen bangsa agar tidak terus menjadi kaki tangan asing.
Soleman juga menuturkan, tidak bisa usia pensiun militer disamakan dengan polisi, tugas keduanya juga berbeda. Karena polisi ranah tugasnya adalah sipil, sementara militer adalah pertahanan yang harus naik dan turun gunung menghadapi musuh.
Oleh karena itu perpanjangan usia pensiun hendaknya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik tapi kajian akademis.