WANHEARTNEWS.COM - Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri akui TNI-Polri jadi penyumbang senjata dan amunisi untuk KKB Papua jika ceroboh.
Diketahui, Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB ) hingga kini masih melakukan aksi penyerangan di beberapa titik di Papua.
Tak sedikit korban jiwa berjatuhan, baik di kubu KKB, TNI-Polri, bahkan warga sipil.
Aparat kemanan dalam hal ini TNI-Polri mengaku kesulitan dalam melakukan penindakan hukum terhadap KKB di Papua.
Pasalnya, KKB begitu mudah berdampingan dengan warga karena faktor kekerabatan. Sebaliknya, kelompok yang kerap menebar teror ini selalu memanfaatkan warga sebagai tamengnya.
Hal ini pernah dikatakan mantan Kapolda Papua Paulus Waterpauw pada medio 2020.
“Mereka memasuki sebuah kampung dengan menyamar, persis warga biasa, tidak bergerombol. Sulit kita bedakan. Terkadang memakai warga sipil sebagai tameng, bahkan temeng itu merupakan keluarga mereka sendiri,” kata Paulus Waterpauw kala itu.
Selain itu, KKB sangat jarang menggunakan jalan poros atau jalan utama dalam melancarkan aksinya.
Bahkan, banyaknya mata-mata KKB yang disebar ke berbagai kampung membuat polisi kewalahan dalam melakukan penegakan hukum.
“KKB ini menguasai medan. Apabila kita sudah mendekati suatu perkampungan, maka mereka melintas melewati jalur tradisional. Baik itu pengunungan atau aliran air. Mereka juga punya banyak mata-mata yang selalu memberikan informasi,” bebernya.
Soal warga sipil jadi tameng bagi KKB juga dikatakan Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri.
Kata Fakhiri, jika personel TNI-Polri tidak hati-hati dan bertindak ceroboh, seperti saat terlibat kontak senjata di Distrik Ilaga, Jumat (4/6/2021), maka yang diuntungkan adalah pihak KKB.
"Kalau ceroboh justru kita jadi penyumbang senjata dan amunisi buat mereka," kata Fakhiri.
Maka itu, Fakhiri meminta aparat untuk waspada dan memisahkan ruang gerak KKB Papua dari warga sipil agar memudahkan menangkap dan melakukan pengamanan.
Terpisah, pengamat terorisme dan intelijen Stanislaus Riyanta menyebut penanganan konflik dengan KKB Papua perlu hati-hati.
Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi) ini, kelompok tersebut kerap menggunakan masyarakat sebagai tameng dan korban.
"Memang penanganan di Papua harus hati-hati karena KKB ini kelompok yang seringkali menggunakan masyarakat sebagai tameng dan korban," kata Riyanta dikutip dari laman Kompas.com.
Maka Riyanta meminta keterlibatan TNI dalam mengatasi konflik dengan KKB tidak terbatas hanya pada pendekatan keamanan saja.
Lebih jauh, TNI dan pasukan gabungan harus bisa menyelesaikan konflik di Papua dengan merebut hati masyarakat.
"Operasi pasukan keamanan bukan hanya semata dengan operasi serangan bersenjata, tetapi juga pendekatan-pendekatan untuk merebut hati masyarakat," jelasnya.
Sebab Riyanta menilai bahwa aksi kekerasan tidak akan selesai dengan kekerasan.
Ia mengatakan perlu adanya pendekatan yang lebih humanis untuk menyelesaikan konflik dengan KKB.
"Kekerasan tidak akan selesai dengan kekerasan. Sebaiknya negara terhadap masyarakat tetap menggunakan cara-cara dialog, pendekatan kemanusiaan, dan pendekatan lunak lainnya seperti ekonomi, pendidikan dan budaya," papar Riyanta.
s; tribunnews.com