WANHEARTNEWS.COM - Satreskrim Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan korban begal berinisial S, menjadi tersangka dalam kasus dua begal tewas bersimbah darah di jalan raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4) dini hari.
Seberapa tinggi peluang hakim akan menghukum pelaku (terdakwa), orang yang dibegal? Menurut pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, untuk menakar kebenaran klaim bahwa pelaku membela diri, hakim dapat memeriksa sejumlah parameter. Semakin banyak unsur parameter yang terpenuhi, semakin diterima pula klaim pembelaan diri tersebut oleh hakim.
”Kaitkan parameter ini dengan kasus di NTB tersebut yakni sepenuhnya dipicu pihak eksternal, ini terpenuhi. Lalu tidak ada jeda yang memungkinkan pelaku mengendalikan diri, meredakan emosi, dan menimbang-nimbang perbuatan yang akan dia lakukan. Ini juga terpenuhi,” terang Reza.
Parameter lain selanjutnya, menurut dia, apakah perbuatan setara dengan provokasi yang diterima, ini harus dicek pembegalannya seperti apa.
”Apakah juga bisa membuat target kehilangan nyawa? Apa motif korban begal membawa senjata tajam? Seberapa jauh senjata tajam yang dibawanya berpengaruh terhadap perilaku agresif pelaku? Kalau ketiganya terpenuhi, hitung-hitungan di atas kertas, klaim pembelaan diri akan diterima hakim,” papar Reza.
Dengan kata lain, lanjut dia, pelaku (orang yang dibegal) pada dasarnya memang bersalah karena membunuh orang. Tapi hukum mengenal alasan pembenar dan alasan pemaaf. ”Nah, siapa tahu hakim nantinya memaklumi alasan-alasan itu,” ujar Reza.
Dia menambahkan, sekitar empat tahun lalu kapolres Metro Bekasi Kota pernah memberi penghargaan kepada warga yang berhasil melumpuhkan begal.
”Jadi, benar kata buku, tempo-tempo otoritas penegakan hukum cukup mafhum bahwa vigilantisme patut didukung,” ucap Reza.
Sumber: jawapos