WANHEARTNEWS.COM - Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Lady Imam.
Dialah amina wadud--dia sengaja menuliskan namanya dengan huruf kecil menyesuakan dengan huruf Arab yang tak mengenal huruf kapital.
amina wadud merupakan wanita pertama yang jadi imam salat Jumat di Amerika Serikat dan Inggris pada 2005 dan 2008 lalu.
Kini, amina wadud ternyata tinggal di Yogyakarta dan mengajar di salah satu perguruan tinggi Islam negeri di kota tersebut.
Sekitar 1992 lalu, amina wadud telah melakukan terobosan dengan menulis buku Quran and Woman.
Dalam buku tersebut, amina menafsirkan Quran dari perspektif perempuan dalam berbagai topik.
Seperti signifikansi perempuan dalam Quran, juga peran dan hak perempuan dalam Islam.
"Saya tidak melakukannya untuk menjadi yang pertama dalam hal apa pun, atau menjadi pemimpin bagi siapa pun. Saya hanya sangat peduli akan hubungan saya dengan Quran dan perbedaannya dengan kenyataan yang saya alami, misalnya di dalam komunitas Muslim," kata amina.
Seperti disebut di awal, amina wadud sekarang tinggal di Indonesia, persisnya di Yogyakarta.
Kepada BBC Indonesia dan jurnalis BBC spesialis urusan agama di Beirut, Lebanon, dilansir Kompas.com, amina menceritakan perjalanannya memeluk Islam.
Dia juga bercerita soal upayanya mencapai keadilan gender.
Tidak hanya bagi perempuan dan laki-laki tapi juga non-biner dalam konteks Islam.
"Saya akan merayakan ulang tahun ke-70 tahun ini, sekaligus 50 tahun memeluk agama Islam," kata dia.
"Saya merasa sangat beruntung, saya menemukan sesuatu yang membuat saya jatuh cinta, dan 50 tahun kemudian rasa cinta dan pesonanya tidak pernah pudar".
Yang menarik soal amina wadud adalah latar belakang keluarganya di mana dia dibesarkan dalam lingkungan pendeta.
"Saya adalah Muslim eklektik," kata amina.
Di tempat tinggal amina wadud di Jogja, ada beberapa kristal, kartu tarot, lambang pohon kehidupan dalam agama Buddha, lambang agama Yahudi dengan nama cucunya yang merupakan keturunan Yahudi.
Di situ juga ada foto ibu dan saudara kandung perempuannya yang telah meninggal dunia.
"Saya senang menata meja ini sesuai dengan energi yang ingin saya rasakan di hari itu," kata amina.
"Saya meletakan meja setelah pintu masuk agar ada aliran energi sesuai feng shui," ungkap dia.
Keterbukaan amina akan keberagaman ritual dan agama tercermin sejak ia beranjak dewasa.
Dia lahir di sebuah keluarga pendeta Kristen Methodist di negara bagian Maryland, Amerika Serikat.
Meski demikian, sebelum masuk Islam, amina memeluk dan mempraktikan agama Buddha.
"Bapak saya membesarkan saya dengan kasih sayang," kata amina kepada BBC.
"Jadi saya tidak pernah memiliki pengalaman buruk yang membuat saya merasa perlu mencari alternatif (agama) lain. Tapi saya memang memiliki ketertarikan kuat terhadap keragaman agama," lanjut amina.
Ketika usianya 19 tahun, di tahun kedua perkuliahan, pada 1972, amina mengucap dua kalimat syahadat di sebuah masjid tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya di Washington, DC.
Pergerakan hak warga sipil keturunan Afrika di Amerika kental mewarnai latar belakang kehidupan amina kala itu.
"Di dalam komunitas warga Amerika keturunan Afrika, terdapat pemahaman Islam sebagai alternatif dari model agama Kristen, yang ada saat itu yang instrumental dalam perbudakan warga keturunan Afrika," kata amina.
Dia bilang, komunitas Amerika keturunan Afrika melihat Islam sebagai agama keadilan di tengah ketidakadilan berdasarkan warna kulit yang mereka alami saat itu.
Meski begitu, amina juga tidak menampik bahwa diskriminasi dan rasisme tidak berhenti begitu saja setelah ia memeluk Islam.
"Kita, dalam berbagai hal, naif terhadap kenyataan bahwa meski tidak ada justifikasi dalam Islam untuk rasisme, tapi tetap saja ada rasisme di dalam komunitas Muslim," lanjut amina.
Data PEW Reserch Center tahun 2019 menunjukan bahwa warga keturunan Afrika jumlahnya seperlima dari total umat Muslim di Amerika.
Sekitar separuhnya adalah mualaf.
"Saat mulai memeluk agama Islam, saya hanya berpikir kenapa tidak dicoba saja," ungkap dia.
"Saya tidak menyadari bahwa keputusan itu menjadi komitmen sepanjang hidup," kata amina sambil tertawa.
amina wadud meraih gelar doktor dari University of Michigan, Amerika Serikat untuk studi Arab dan Islam.
Ia juga mengenyam pendidikan bahasa Arab di American University di Kairo, Mesir, serta Studi Quran dan Tafsir di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Ia memulai riset untuk bukunya, Quran and Woman, sebagai bagian dari disertasinya sejak 1980-an.
"Saya mempelajari bahasa Arab sebagai kunci bagi pintu pemahaman [Al-Quran], bukan sebagai pintunya," kata amina.
s; grid.id