WANHEARTNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil menggugat Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi Jakarta.
Koalisi bersama keluarga korban penghilangan paksa menggugat atas Keputusan Panglima TNI terkait pengangkatan Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya pada Januari 2022.
Mayjen Untung Budiharto dulunya tercatat masuk dalam daftar eks Tim Mawar bentukan Prabowo Subianto, tim kecil yang dibuat oleh kesatuan Kopassus Grup IV TNI AD pada 1998.
Koalisi yang terdiri dari Imparsial, KontraS, dan YLBHI memilih PTUN dan Pengadilan Militer Tinggi II karena tidak ada konstruksi hukum yang memadai untuk menguji keputusan panglima tersebut, kata salah satu narahubung, Julius Ibrani.
Menurut Julius, seharusnya di negara hukum, tidak boleh ada unsur-unsur yang tidak dapat tersentuh oleh hukum dan kemudian menciptakan eksklusivitas bahkan kekebalan.
Maka tidak ada pilihan bagi para penggugat selain harus mengajukan permasalahan ini kepada dua pengadilan tersebut. "Ada 3 alasan kami menggugat keputusan Panglima,” katanya.
Pertama, mengangkat penjahat sebagai pejabat menciptakan preseden buruk. Di mana orang-orang yang tidak memiliki integritas untuk memegang suatu jabatan publik/melayani masyarakat Indonesia.
Kedua, pengangkatan tersebut mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang masih hilang.
Namun orang-orang yang berada pada inti kasus tersebut, termasuk Untung, tidak pernah berterus terang atas kebenaran kasus. “Lagi-lagi malah diberi apresiasi dan promosi jabatan,” tandasnya.
Ketiga, diangkatnya figur yang tak berintegritas sebagai Pangdam Jaya, berpotensi dapat mengganggu penegakan hukum dan hak asasi manusia di wilayah Kodam Jaya.
“Sebab ST tersebut menyebutkan penegak hukum-seperti kepolisian, kejaksaan-harus berkoordinasi dengan komandan/kepala satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam suatu proses hukum,” katanya.
“Dengan demikian, dipegangnya jabatan Pangdam Jaya oleh pelanggar HAM sendiri menjadi hambatan dan berpotensi mempersulit para penegak hukum," tandasnya.
Sumber: poskota