WANHEARTNEWS.COM - Sejumlah nelayan di Halmahera meminta pemerintah memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat saat membahas dan memutuskan anggaran pemilu bersama DPR dan KPU.
Pasalnya, saat ini ekonomi masyarakat masih terdampak pandemi.
Sebagian besar warga kelas bawah khususnya di pelosok daerah sangat membutuhkan bantuan pemerintah, terlebih di tengah lonjakan harga-harga pangan.
Jufri Laudi (35), salah seorang nelayan menilai anggaran untuk bantuan nelayan lebih mendesak disiapkan pemerintah ketimbang anggaran pemilu.
Dia berharap hajatan lima tahunan itu tidak mengubah fokus pemerintah dalam upaya memulihkan ekonomi masyarakat.
“Jangan sampai kami berpikir tidak dapat bantuan gegara pemilu,” ujar Jufri saat aksi protes terhadap anggaran pemilu yang mencapai Rp 110,4 triliun, Selasa (19/4) di Kecamatan Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Dia menyatakan biaya pemilu yang mahal di tengah kesulitan ekonomi dapat melukai rasa keadilan masyarakat.
Nelayan seperti dirinya akan merasa diabaikan karena pemerintah lebih mengutamakan pemilu.
“Seolah kesulitan rakyat tidak ada artinya,” ujar Jufri.
Jhoni Mawire, perwakilan nelayan Nusliko, Halmahera Tengah, Maluku Utara mengingatkan pemerintah untuk memerhatikan penderitaan masyarakat.
“Ratusan triliun rupiah buat pemilu rasanya percuma. Dorang (mereka) tidak memikirkan kami di bawah yang menderita. Cari makan saja susah,” kata Jhoni Mawire (41) di Halmahera Tengah.
Menurut dia, daripada dialokasikan semua untuk pemilu lebih baik pemerintah memangkas anggaran tersebut untuk membantu para nelayan.
Sebab, lanjut Jhoni, sudah lama kehidupan nelayan di wilayahnya dalam kondisi mengkhawatirkan.
Di samping terdampak pandemi, menurut Jhoni, faktor sarana dan prasarana, juga cuaca serta kondisi lingkungan yang buruk membuat nelayan makin sulit mendapat ikan.
“Dulu, kami bisa mengail sekitar pantai, pakai sampan dapat banyak. Sekarang mana bisa, harus jauh ke laut (dalam),” ungkapnya.
Dia mengatakan aktivitas pertambangan dan indutri nikel ditengarai telah menyebabkan wilayah tangkap ikan kian menyusut.
Beberapa perairan di tepi pantai menjadi keruh bahkan tercemar oleh limbah.
Tak ayal kondisi itu memaksa para nelayan harus mencari ikan ke tengah laut meski dengan ongkos yang mahal.
“Minimal Rp 100.000 buat bensin sekali jalan jarak 4 kilometer, itu pun hasilnya tidak seberapa, dari mana kalau tidak dibantu pemerintah,” tegas Jhoni. jpnn