WANHEARTNEWS.COM - Ulah kaum ekstremis sayap kanan di Eropa membakar salinan Alquran, pekan lalu, telah memicu kerusuhan di Swedia. Para radikal di sana berdalih, pembakaran kitab suci umat Islam itu adalah bentuk kebebasan berekspresi.
Para pemimpin Barat pun cuma bisa bungkam melihat perilaku intoleran kelompok garis keras yang dimotori oleh Rasmus Paludan tersebut. Padahal, tindakan tersebut sejatinya bukan bentuk kebebasan berekspresi.
Bukan kali ini saja para pembenci Islam di Barat membuat ulah. Dalam berbagai kesempatan, mereka tak sekadar membakar salinan Alquran, tapi juga gencar membuat penghinaan terhadap Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam.
Beberapa waktu lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin pernah mengingatkan bahwa penghinaan terhadap agama lain itu bukanlah wujud kebebasan berekspresi. Dalam pandangannya, perilaku tak terpuji semacam itu hanya menimbulkan pembalasan dari kaum ekstremis.
Dalam konferensi pers tahunannya pada 23 Desember 2021, Putin menegaskan, menghina Nabi Muhammad adalah pelanggaran kebebasan dan hanya menyakiti perasaan umat Islam. Dia lantas mengutip sebagai contoh serangan terhadap kantor redaksi majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis, pascapenerbitan kartun Rasulullah.
Sambil memuji kebebasan artistik secara umum, Putin mengatakan, kebebasan itu ada batasnya dan tidak boleh melanggar kebebasan lain.
Dia pun bangga dengan negaranya. Sebab, Rusia telah berkembang sebagai negara multietnik dan multipengakuan. Karenanya, kata Putin, orang-orang Rusia terbiasa menghormati tradisi yang berbeda satu sama lain. “Di beberapa negara lain, rasa hormat ini tidak banyak tersedia,” kata Putin seperti dikutip kantor berita TASS.
Pekan lalu, para pengunjuk rasa di Swedia membakar salinan Alquran dalam kegiatan demonstrasi yang diselenggarakan oleh Rasmus Paludan, pemimpin garis keras partai politik sayap kanan Denmark.
Langkah itu memicu kerusuhan di beberapa kota Swedia selama akhir pekan Paskah.
Tiga orang terluka dan membutuhkan perawatan medis di kota Norrkoping, Swedia, setelah terkena peluru polisi selama bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang pembakaran Alquran.
Beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengecam aksi Paludan tersebut.
Pada Senin (18/4/2022), Arab Saudi mengutuk “penyalahgunaan Alquran secara disengaja” oleh Paludan dan pengikutnya. Riyadh pun menyerukan upaya intensif untuk menyebarkan nilai-nilai dialog dan meninggalkan kebencian.
Selasa (19/4/2022) kemarin, otoritas Uni Emirat Arab juga memanggil Duta Besar Swedia untuk UEA, Liselott Andersson, untuk mengecam pembakaran Alquran di Swedia.
Sumber: inews