Rektor Institut Teknologi Kalimantan Prof. Budi Santosa Purwokartiko membagikan pengalamannya tentang wawancara yang telah dilakukannya, dalam rangka seleksi penerima beasiswa LPDP, yang sempat diposting di akun Facebooknya pada tanggal 27 April 2022 yang lalu, namun kemudian dihapus.
Petikan pernyataan yang ditulis oleh Prof. Budi Santosa Purwokartiko dalam postingannya tersebut antara lain:
"Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.".
***
👉Foto yang kuposting ini adalah foto dari Prof. Jackie Yi-Ru Ying (Singapura), seorang saintis terkemuka kaliber internasional di bidang bioteknologi dan nanoteknologi, dengan publikasi internasional saat ini telah mencapai h-index Scopus: 85 (https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=35235846500).
Prof. Jackie Yi-Ru Ying meraih gelar PhD-nya saat masih berusia 26 tahun dari Princeton University, salah satu universitas papan atas dunia, yang menurut QS World University Rankings, tahun ini menduduki peringkat ke-20 (https://www.topuniversities.com/universities/princeton-university).
👉Sedangkan Prof. Budi Santosa Purwokartiko adalah seorang saintis di bidang teknik industri, dengan publikasi internasional saat ini mencapai h-index Scopus: 10 (https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=55946258200).
Prof. Budi Santosa Purwokartiko meraih gelar PhD-nya saat berusia 36 tahun dari University of Oklahoma, yang menurut QS World University Rankings, tahun ini menduduki peringkat antara 651-700 (https://www.topuniversities.com/universities/university-oklahoma). Sebuah peringkat universitas negara maju yang nyatanya masih jauh di bawah peringkat kampusnya para kadrun radikal intoleran sepertiku, yang tahun ini menduduki peringkat antara 511-520 (https://www.topuniversities.com/universities/bogor-agricultural-university).
***
Tak hanya Prof. Jackie Yi-Ru Ying, tapi masih banyak saintis terkemuka kelas dunia yang tersebar di Planet Bumi ini, yang meminjam istilah Prof. Budi Santosa Purwokartiko: "menutup kepala mereka ala manusia gurun", di antaranya:
👉Dr. Tahani Amer, Program Executive di NASA Headquarter (https://women.nasa.gov/tahani-amer/);
dan
👉Dr. Fathiah Zakham, seorang saintis muda di bidang mikrobiologi, dengan prestasi gemilang, yang saat ini menjadi research fellow di University of Helsinki (https://www.oph.fi/en/news/2020/dr-fathiah-zakham-receives-owsd-elsevier-award).
***
Pun, sejarah telah mencatat tentang keimanan para saintis pada agamanya, yang justru melahirkan gagasan-gagasan ilmiah yang berkontribusi nyata untuk memajukan peradaban umat manusia dari segala bangsa di Planet Bumi ini:
👉Chandrasekhara Venkata Raman, Satyendra Nath Bose, Srinivasa Ramanujan, dan Jagadish Chandra Bose, adalah contoh mereka yang di masa hidupnya mempelajari Agama Hindu yang mereka anut secara mendalam, hingga kerelijiusan mereka melahirkan gagasan-gagasan jenius yang berperan nyata dalam kemajuan sains;
👉Johannes Kepler, Nicolaus Copernicus, Galileo Galilei, Robert Boyle, Isaac Newton, dan Gregor Mendel, adalah contoh mereka yang di masa hidupnya mempelajari Agama Kristen/Katolik yang mereka anut secara mendalam, hingga kerelijiusan mereka melahirkan gagasan-gagasan jenius yang berperan nyata dalam kemajuan sains; dan
👉Muhammad bin Musa al-Khwarizmi, Ghiyath al-Din al-Kashani, Abu Wafa Muhammad al-Buzanji, Abu Abdullah al-Battani, Mohammad bin Ahmed, Al-Hassan ibn al-Haytham, Abu al-Rihan al-Beruni, Abu al-Fath Abd al-Rahman Mansour al-Khāzini, Abu Ali Ibn Sina, Abu Bakr Muhammad ibn Zakariya al-Razi, Abul Qasim al-Zahrawi, Al Idrisi, dan Abu Muhammad Ibn al-Baitar, adalah contoh mereka yang di masa hidupnya mempelajari Agama Islam yang mereka anut secara mendalam, hingga kerelijiusan mereka melahirkan gagasan-gagasan jenius yang berperan nyata dalam kemajuan sains.
***
Dan aku sangat yakin bahwa program-program beasiswa internasional yang berasal dari negara-negara maju, pasti telah mengadopsi kebijakan-kebijakan anti-diskriminasi dan anti-rasisme dalam proses seleksinya.
Ambil contoh salah satu negara di Eropa Barat: Jerman!
👉Menurut the German Centre for Higher Education Research and Science Studies (DZHW), persentase para mahasiswa yang berasal dari negara-negara gurun, yang melanjutkan studi mereka di Jerman pada Winter Semester 2020/2021, adalah sekitar 20% dari total 324729 mahasiswa internasional, yang menduduki peringkat kedua terbesar (https://www.wissenschaft-weltoffen.de/en/in-focus/international-students-by-region-of-origin-in-winter-semester-2019-20/).
Andaikata Jerman diskriminatif dan rasis kepada negara-negara gurun, pastinya jumlah para mahasiswa yang berasal dari negara-negara gurun pun tak sebesar itu.
Dan lembaga pemberi beasiswa internasional dari Jerman, seperti DAAD misalnya, pasti tunduk pada kebijakan anti-diskriminasi Jerman, yang secara kelembagaan berada di bawah kewenangan khusus, yaitu di bawah Antidiskriminierungsstelle des Bundes (https://www.antidiskriminierungsstelle.de/EN).
Kebijakan anti-diskriminasi dan anti-rasisme di Jerman itu pun, pastinya juga diadopsi dan dipatuhi oleh setiap universitas di sana. Sebagai contoh: pada tahun 2018, seorang profesor telah dimakzulkan dari jabatannya di Leipzig University, akibat tweet-nya yang rasis (https://www.lvz.de/Leipzig/Lokales/Umstrittener-Leipziger-Jura-Professor-Rauscher-verliert-Posten-des-Erasmus-Beauftragten).
***
Terakhir, terkait pernyataan Prof. Budi Santosa Purwokartiko: "Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.".
Hey! Dimanakah gerangan semangat Konferensi Asia-Afrika yang telah didengungkan sejak tahun 1955 di Bandung itu?
Apakah untuk maju, hubungan kerjasama pendidikan antar bangsa itu harus selalu utara-selatan? Apa salahnya dengan mempererat hubungan selatan-selatan, demi mewujudkan semangat Dasasila Bandung menjadi kenyataan? Memobilisasi para mahasiswa Indonesia untuk belajar ke negara-negara gurun yang telah menjadi sahabat KAA sejak dua generasi yang lalu!
(By Desi Suyamto)