WANHEARTNEWS.COM - Publik berharap ada keseriusan dari Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki keadaan saat ini. Di antaranya dengan memberhentikan semua aktor yang menyuarakan wacana penundaan Pemilu 2024 maupun perpanjangan masa jabatan presiden atau Jokowi tiga periode.
Disampaikan Ketua Gerakan Reformasi Politik (Gerpol) Indonesia, Andrianto, pembiaran dari Presiden Jokowi terhadap para menterinya untuk berbicara soal penundaan pemilu hanya bertahan selama sebulan.
"Cuma bertahan sebulan dari pernyataan Jokowi 5 Maret 2022 yang membiarkan siapapun termasuk para menterinya dalam hal mengusulkan wacana penundaan pemilu termasuk perpanjangan jabatan presiden atas dasar demokrasi penyampaian aspirasi," ujar Andrianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (7/4).
Lanjut Andrianto, sejak pernyataan Jokowi sebulan lalu yang menganggap wacana penundaan Pemilu 2024 sebagai hak demokrasi, memunculkan berbagai kegiatan yang menjadi sorotan publik. Seperti acara Apdesi yang terang-terangan menyetujui perpanjangan jabatan Presiden Jokowi.
"Publik melihat seakan Jokowi melegitimasi niat untuk mengkudeta konstitusi. Apalagi sang supermenterinya, LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) sudah tampil sebagai motor soal perpanjangan ini dari mulai meng-endorse ke partai, PKB dan PAN," jelas Andrianto.
Tak heran kemudian muncul dorongan dari civil society yang bereaksi keras, seperti adanya Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) yang digawangi oleh para aktivis.
Tak hanya itu, juga mulai bermunculan perlawanan dari tokoh publik, seperti Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti yang terang-terangan menolak penundaan dan perpanjangan jabatan presiden.
"Akhirnya anak kandung reformasi para mahasiswa dengan masif dan spartan turun aksi ke Istana, antara lain BEM SI dan aliansi mahasiswa yang longmarch dari Universitas Trisakti sampai ke Harmoni, persis di halaman belakang Istana. Di beberapa daerah pun mahasiswa sudah turun ke jalan," papar Andrianto.
Nah, dalam pandangan Andrianto, aksi dari para mahasiswa itu telah membuat Istana bergetar. Upaya meredam mahasiswa melalui Cipayung Plus pun dianggap kandas.
"Mahasiswa yang seolah sekian lama tertidur ternyata tidak terlelap. Mahasiswa tetaplah agents of social change. Kini Jokowi meralat ucapannya sebulan lalu, melarang para menterinya berbicara soal jabatan presiden. Meski sudah sering ucapan ralat meralat terlontar dari mulutnya, sekarang bola sudah bergulir kencang di tengah harga yang melambung tinggi, serta inkompetensi rezim dengan utang yang sudah melewati ambang batas dari APBN yang berarti pelanggaran terhadap UU keuangan negara," terang Andrianto.
Andrianto pun memprediksi, mahasiswa dan elemen kritis dari gerakan civil society yang ditindas bahkan sampai masuk penjara tidak akan berhenti di era Jokowi.
"Jokowi harus paham niat perpanjangan hanya secuil dari policy-nya yang tidak berpihak pada kemakmuran rakyat. Dalam rezimnya hanya kemakmuran oligarki yang diberi karpet merah. Serta KKN-nya yang terang-terangan melibatkan pihak perkara (laporan Ubedilah ke KPK menyebut Sinar Mas) menjadi pimpinan IKN," tutur Andrianto.
Andrianto menilai, masih ada ruang untuk Jokowi jika bersedia memberhentikan aktor kisruh amandemen, yaitu Luhut Pandjaitan.
"Serta para menteri jajaran ekonominya harus diganti semua. Publik ingin lihat keseriusan Jokowi untuk perbaiki keadaan. Namun bila ini tidak berani dilakukannya, maka pudar sudah harapan rakyat. Dan mudah ditebak arah siklus 20 tahunan perubahan tidak lama lagi akan terjadi," pungkas Andrianto.
Sumber: RMOL