WANHEARTNEWS.COM - Dukungan penuh datang dari kalangan akademisi untuk ketegasan Presiden Joko Widodo melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Terlebih, pada Rabu (27/4), Presiden Joko Widodo tegas menyatakan bahwa larangan berlaku bagi seluruh ekspor bahan baku minyak goreng, termasuk crude palm oil (CPO).
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahkan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna memberi dukungan penuh lantaran setuju dengan alasan Jokowi yang ingin harga minyak goreng curah bisa ke angka Rp 14 ribu per liter.
Di mana larangan ekspor itu akan berlaku per hari ini, Kamis (28/4), hingga minyak goreng curah seharga Rp 14 ribu per liter.
“Kalau itu alasan presiden, saya 1.000 persen setuju. Asalkan harus istiqamah,” tegasnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu.
Istiqamah menjadi prasyarat dukungan Mukhaer Pakkanna tersebut. Alasannya, karena selama ini banyak kebijakan Presiden Jokowi yang tidak sampai seumur jagung, lalu dicabut, dan gagal di tengah jalan.
Semua itu diduga akibat adanya lobi-lobi dan transaksi ekonomi politik oleh lingkaran satu presiden sendiri.
Mukhaer Pakkanna mengingatkan bahwa oligarki politik dan ekonomi terus tumbuh subur. Apalagi mereka sedang memerlukan modal untuk kontestasi politik 2024.
“Jadi sudah barang tentu pengusaha CPO kakap dan pemilik perkebunan sawit maha luas yang telah merampas lahan-lahan rakyat yang di-backup oleh penguasa politik, pasti tidak akan pernah tinggal diam,” kata Mukhaer.
“Mereka terus akan melobi dengan cara apapun ke kuping Presiden Jokowi. Di sinilah kita akan lihat konsistensi Presiden sebagai kepala negara,” sambungnya.
Kebijakan Presiden ini ibarat shock terapy yang diambil lantaran tidak tahu lagi solusi apa yang mesti dikeluarkan. Pasalnya, berjibun kebijakan terutama dari Kementerian Perdagangan RI, keok di tengah jalan. Bahkan oknum-oknum yang memainkan izin ekspor CPO dan DMO palsu mulai terkuak di depan aparat kejaksaan, karena masalahnya kusut di tingkat kementerian.
“Sayang sekali presiden tidak mengamputasi pejabat-pejabat kementerian terkait. Skema kelembagaannya pun mati kutu diterpedo oleh pelaku-pelaku usaha di lapangan,” tegas Mukhaer.
“Di tengah kekusutan itu, kebijakan shock terapy diluncurkan. Karena sulit menangkap tikus-tikus maka sebagian lumbung padi dibakar oleh presiden,” lanjutnya.
Diakui Mukhaer, dampak dari kebijakan ini adalah peneriman devisa ekspor, pajak ekspor dan penerimaan lain-lain berkaitan CPO akan terjerembab cukup dalam.
Apalagi selama ini, penerimaan devisa dari CPO terbilang paling tinggi menombok penerimaan negara. Di tingkat internasional pun, sangat pasti harga CPO dan minyak nabati yang lain akan terus meroket. Sekadar catatan, Indonesia penguasa pasar ekspor CPO, 56 persen di tingkat global.
“Jadi pilihannya memang dilematis. Mau pilih pro pengusaha kakap atau pro konsumen yang sudah sekian lama menjerit-menjerit terhadap tingginya harga minyak goreng,” tutupnya.
Sumber: RMOL