OLEH: MARWAN BATUBARA
MINGGU lalu, Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng (migor) dan migor (22/4/2022). Larangan berlaku sampai waktu yang ditentukan kemudian.
Belakangan larangan berubah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan yang dilarang tidak termasuk CPO, tetapi hanya migor dan refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein, yaitu bahan baku migor (26/4/2022).
Namun kemarin (27/4/2022) Menko Perekonomian kembali mengubah kebijakan: ekspor CPO dan semua produk turunannya dilarang, berlaku sejak hari ini, 28 April 2022 hingga waktu yang ditentukan.
Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor di atas segera setelah Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan ditangkapnya empat tersangka mafia migor di Jakatrta (19/4/2022).
Keempat tersangka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group. Konon mereka saat ini ditahan di Gedung Bundar Kejagung dengan pengawalan ketat oleh aparat BIN.
“Berhasilnya” penangkapan para pengkhianat rakyat ini patut diapresiasi, meskipun datang dari Kejagung. Sebab, semula pada Raker dengan Komisi VI DPR, Mendag M. Lutfi pernah sesumbar sudah mengantongi terduga mafia migor (17/3/2022).
Lutfi mengaku telah berkordinasi dengan Kapolri Listyo Sigit Prabowo guna mengungkap terduga mafia dalam dua hari berikut (19/3/2022). Ternyata Polri tidak kunjung mengungkap siapa mafia dimaksud.
"Belum ada rencana rilis mafia minyak goreng," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri (21/3/2022).
Ternyata salah satu tersangka “terduga mafia” yang ditangkap Kejagung adalah Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, pejabat yang menjadi pembisik Mendag Lutfi saat Raker dengan Komisi VI DPR (17/3/2022).
Kata Lutfi saat Raker: "Jadi, Pak Ketua, saya baru dikasih tau Pak Dirjen, hari Senin (maksudnya 21/3/2022) sudah ada calon tersangkanya".
Tampaknya sang Dirjen sedang bermain sandiwara guna menutupi kejahatan yang dilakukan. Selain itu, sesumbar Lutfi pun hanya pepesan kosong, mungkin pula hanya sandiwara. Akhirnya, terduga mafia batal diumumkan Polri, sampai sekarang.
Dari informasi di atas bisa ditarik beberapa kesimpulan spekulatif. Pertama, tampaknya tidak terjadi sinergi lembaga penegak hukum untuk menangani kejahatan. Sebagai pemimpin tertinggi, Jokowi pun “tak berdaya” mengendalikan lembaga-lembaga tersebut secara penuh.
Berikutnya, Kemendag tidak memiliki “informasi komprehensif” guna menuntaskan masalah. Namun di sisi lain, bisa pula mereka sedang bermain sandiwara guna menutupi kebijakan bermasalah, sesuai pesanan oligarki. Lalu, selain kementrian-kementrian terkait, Polri pun bisa pula ikut “terpengaruh” oligarki, sehingga “gagal” mengungkap mafia yang dimaksud Lutfi.
Selain itu, kita pun bisa berspekulasi bahwa oknum-oknum yang terlibat dalam penerbitan kebijakan didukung oleh gank atau konglomerat sawit yang berbeda, sehingga peraturan yang diterbitkan pemerintah menjadi tidak solid.
Spekulasi lain, terduga rombongan mafia yang dimaksud Lutfi tampaknya berbeda dengan gank mafia yang dicokok Kejagung. Tampaknya, inilah penyebab mengapa terbit sembilan (9) kebijakan pemerintah hanya dalam 3 bulanan sejak Januari 2022: peraturan-peraturan spekulatif, coba-coba, tidak solid dan sarat kepentingan oligarki.
Namun, apapun spekulasi yang berkembang, tampaknya motif di balik terbitnya kebijakan yang terus berubah tersebut pada dasarnya adalah kepentingan oligarki untuk melanggengkan kekuasaan. Untuk itu, tampaknya salah satu target utama: memperpanjang jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode. Caranya dengan menunda pemilu.
Untuk itu, diduga di bawah pimpinan LBP sebagai aktor utama “Jokowi 3 Periode”, diperlukan perencanaan dan rekayasa sistemik berupa kampanye massif, rekayasa pencitraan, penggalangan dukungan, termasuk meminta paksa dukungan politisi-politisi nirmoral yang tersandera kasus KKN. Semua rencana sistemik ini butuh dana besar, dan rencana ini tampaknya masih akan terus hidup.
Diyakini, salah satu sumber pendanaan besar untuk menyukseskan target Jokowi 3 Periode adalah rekayasa kebijakan dan peraturan seputar industri sawit atau CPO. Dengan naiknya harga CPO dunia, maka rente yang diperoleh dan terkumpul, melalui “permainan” kebijakan yang diduga sarat moral hazard, guna mendukung agenda oligarki, akan semakin besar.
Dalam tulisan IRESS kedua (22/3/2022) diperkirakan keuntungan pengusaha sawit (2016 hingga 2021) diperkirakan Rp 264 triliun, belum termasuk rekayasa subsidi program biodiesel B30, yang dinikmati segelintir pengusaha oligarkis secara konspiratif, minimal mencapai Rp 90 triliun.
Proyek perburuan rente sawit tampaknya akan berjalan lancar karena mayoritas anggota kabinet, yang berada di bawah kendali LBP, sudah satu suara, didukung pula terutama oleh Menko Airlangga Hartarto yang merupakan koordinator penghubung, poros oligarki penguasa dan pengusaha sawit.
Puluhan triliun rupiah rente sawit akan tersedia sangat besar untuk proyek “Jokowi 3 Periode”, sambil terus menampilkan Jokowi seolah tak butuh tapi sebenarnya ambisius. Hipokrisi yang sudah menjadi predikat The King of Lips Service.
Untunglah konspirasi sarat moral hazard tersebut mendapat perlawanan dari PDIP, terutama yang muncul dipermukaan adalah Jaksa Agung dan Anggota DPR Masinton Pasaribu. Masinton mengaku mempunyai data lengkap tentang mafia yang ditangkap oleh Kejagung. Namun Masinton pun yakin jika Kejagung sudah mempunyai infromasi yang juga lengkap (26/4/2022).
Semoga dengan data tersebut skandal bisa tuntas hingga akarnya. Dalam hal ini kita patut mengapresiasi dan mendukung upaya Kejagung membongkar dan memproses para terduga mafia migor tersebut.
Karena itu, rakyat berharap dan menuntut agar penyidikan menuju proses pengadilan oleh Kejagung tidak hanya berhenti pada empat tersangka yang telah diumumkan. Ratusan juta rakyat pasti sangat happy, serta kerugian dan kesengsaraannya terbalaskan jika para tersangka, termasuk para aktor-aktor dan master mind yang terlibat dalam skandal migor ini, dihukum setimpal.
Menurut UU Tipikor No.20/2001, KKN atau korupsi di tengah penderitaan rakyat sangat layak divonis dengan hukuman mati.
Rakyat juga menuntut agar konglomerat pebisnis sawit, termasuk dan terutama yang memiliki usaha dari hulu hingga hilir, antara lain Wilmar, Sinar Mas dan Permata Hijau, merupakan target utama yang harus diusut dan diadili oleh Kejagung dan lembaga penegak hukum lain.
Mereka adalah konglomerat yang bisa saja lolos jerat hukum karena berada dalam lingkar kekuasaan oligarkis, seperti terjadi dalam skandal proyek Reklamasi Teluk Jakarta dan Meikarta yang Melibatkan Ahok, Aguan dan James Riyadi. Dalam hal ini objektivitas, independensi dan keberanian Kejagung sangat diharapkan rakyat.
Terakhir, karena telah menelan korban dan merugikan ratusan juta konsumen migor di seantero negeri, rakyat pun menuntut agar skandal migor, perburuan rente untuk Jokowi 3 Periode harus dituntaskan sesuai peraturan yang berlaku. Sesuai Pancasila dan UUD 1945, hukum adalah panglima, sehingga proses hukum harusnya tidak pernah kalah dan berada di bawah kepentingan politik.
Karena itu rakyat menuntut agar master mind dan biang kerok, berikut para konglomerat sawit harus segera ditangkap dan diadili. Selain itu, kepada para aktor dan master mind Jokowi 3 Periode: hentikan rekayasa dan rencana busuk yang melawan kontitusi dan demokrasi itu!
(Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Irres)