WANHEARTNEWS.COM - Sri Lanka telah terperangkap jebakan utang dari China. Krisis ekonomi Sri Lanka menjadi sejarah terpahit sejak merdeka 1948.
Tampaknya Sri Lanka perlu belajar dari Indonesia terkait mengelola dana utang dengan hati-hati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sampai disebut ‘tukang ngutang’ saja dinilai masih bisa selamatkan Indonesia dari terlilit kredit.
Memang, beberapa tahun terakhir di masa sulit akibat pandemi Covid-19 utang Indonesia tumbuh meroket baik secara nominal dan rasio terhadap produk domestik bruto atau PDB.
Namun, Sri Mulyani memberi pengertian kepada publik bahwa tujuan Indonesia utang adalah untuk menyelamatkan rakyat.
“Kita berutang untuk selamatkan masyarakat, ekonomi dan sosial,” ujar Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa, 22 Maret 2022.
“Jadi kenapa utang? karena kita menerima penerimaan saat ekonomi naik lagi.Tahun ini 2 bulan pertama penerimaan di atas 30%. Jadi APBN tool, kalau dibutuhkan dia kerja keras dan saat sudah membaik dia disehatkan kembali,” jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Hebohnya krisis Sri Lanka akibat utang ke China justru Indonesia menjadi sorotan.
Kedua negara ini sama-sama utang ke Negeri Panda untuk pembangunan negara.
Namun, Kementerian Keuangan telah menegaskan bahwa kondisi utang Indonesia masih berada di posisi aman terkendali.
Dan jika dibandingkan dengan Sri Lanka tentu jauh berbeda.
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, pemerintah tetap menjaga rasio utang agar tak kelewat batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara yakni 60 persen dari PDB.
“Pemerintah mengelola utang secara prudent dan terukur dengan senantiasa memantau perkembangan kondisi pasar keuangan yang cenderung volatile serta mencermati perkembangan kondisi APBN di sisi pendapatan dan belanja negara,” kata Luky kepada CNBC Indonesia, Kamis, 14 April 2022.
Kementerian Keuangan mencatat per 28 Februari 2022 posisi utang Indonesia berada di level Rp7.014,58 triliun dengan rasio sebesar 40,17 persen dari PDB.
Namun demikian, kondisi utang Indonesia saat ini dinilai tidak bisa disamakan dengan Sri Lanka, sebab Indonesia melakukan utang dengan kehati-hatian dan kemampuan bayarnya cukup tinggi.
“Kemampuan membayar utang pemerintah cukup tinggi, yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dan politik yang mendorong kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian ke depan,” terang Luky.
Sementara, Sri Lanka menghabiskan banyak uangnya untuk impor saat harga komoditas naik tinggi. Tanpa mempertimbangkan kondisi utang luar negeri. [terkini]