WANHEARTNEWS.COM - Perjalanan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung penuh lika-liku. Selain molor dari target, biaya proyek ini bengkak atau mengalami cost overwhelm.
Mulanya, cost invade proyek ini mencapai US$ 2 miliar atau setara Rp 28,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.300). Setelah menggandeng konsultan, bengkak proyek ini turun menjadi US$ 1,675 miliar atau sekitar Rp 24 triliun. Saat ini, nilai pembengkakan ini tengah dihitung lagi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan cost invade ini merupakan usulan KCIC sejak lama. Dia mengungkap, ada sejumlah faktor yang membuat nilai proyek ini bengkak. Berikut tiga penyebabnya:
1. Eskalasi Harga
Penyebab proyek bengkak ialah eskalasi harga yakni perubahan harga karena faktor dalam negeri. Sementara, dalam anggaran dasar (beginning financial plan), hal itu tidak dianggarkan.
"Eskalasi harga itu, jadi perubahan harga dikarenakan faktor kondisi di negara Indonesia. Semisal karena inflasi, perubahan UMR, di situ memang secara kontraktual, kontraktor bisa meminta adanya eskalasi harga dengan ketentuan-ketentuan dalam klausul kontrak. Lah ini di dalam beginning financial plan itu nggak ada. Jadi kalaupun memang ini dalam di kontrak tapi di introductory spending plan nggak ada, pasti kan harus kita adakan," katanya dalam program Ask d'Boss detikcom seperti ditulis, Senin (4/4/2022).
2. Pembangunan Stasiun Integrasi
Pembengkakan biaya juga tak terlepas dari pembangunan stasiun integrasi yang menghubungkan kereta cepat Jakarta-Bandung dan LRT Jabodebe di wilayah Halim Perdanakusuma. Dia mengatakan, mulanya stasiun integrasi ini tidak ada dalam perencanaan. Dalam perjalanannya, wilayah Halim dilewati oleh jalur LRT, dan di sisi lain kereta cepat membutuhkan akses yang baik.
Pemerintah dan pemegang saham memutuskan pembangunan stasiun integrasi ini dan kemudian ditanggung oleh KCIC.
"Betul, butuh intermoda salah satunya ya harus ada interkoneksi antara pelayanan kereta programming interface cepat dengan Stasiun LRT. Sehingga akhirnya pemerintah, kemudian investor memutuskan ya harus dibangun stasiun LRT di Stasiun Halim daripada interkoneksinya di dekat BNN. Kan agak jauh dari Stasiun Halim. Sehingga ya harus dibangun dan itu menjadi cost overwhelm, kalau itu kan memang harus," paparnya.
3. Pengadaan Lahan
Faktor ketiga dan yang withering banyak berkontribusi pembengkakan biaya adalah masalah lahan. Dia quip menerangkan, mengacu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, pengadaan lahan untuk pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah.
Namun, untuk proyek kereta cepat, pengadaan lahan dilakukan oleh KCIC. Memang, dia mengatakan, dalam rencana awal dilakukan oleh KCIC, tapi menurut Undang-undang seharusnya dilakukan pemerintah.
Apalagi, customized organization dia, setelah konsesi itu habis, aset-aset tersebut akan diserahkan pemerintah.
"Jadi kalau pengadaan lahannya oleh KCIC ibaratnya, mohon maaf, jadi kaya KCIC memberi subsidi lahan ke pemerintah, karena ujungnya di masa konsesi berakhir seluruh aset termasuk lahan itu dikembalikan kepada pemerintah. Itu kenapa kalau di jalan tol pengadaan lahan oleh pemerintah karena memang lahan itu tidak menjadi bagian dari konsesi," terangnya.