WANHEARTNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyayangkan sekaligus miris dengan kenaikan harga beberapa komoditas bahan kebutuhan pokok di Indonesia.
Komoditas bahan pokok itu di antaranya adalah minyak goreng dan kedelai yang belum juga teratasi.
Belum lagi kini harga bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap pada tahun 2022, dimulai dari Pertamax diputuskan harganya dinaikkan menjadi Rp 12.500.
Kemudian, rencananya pemerintah juga akan melakukan hal yang sama kepada Pertalite dan LPG 3 Kg.
Menurut Syarief Hasan, jika komoditas tersebut harganya naik, harga barang-barang lainnya juga akan naik sebagai efek inflasi.
Selain itu, skema kebijakan yang tidak tepat justru menimbulkan persoalan migrasi konsumen.
“Kita pahami bersama jika BBM dan gas naik, maka otomatis akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan lainnya. Terutama untuk elpiji 3 kg, karena selama ini disubsidi pemerintah, maka kenaikan harganya jelas akan mengerek harga barang lain," kata Syarief seperti dikutip dari laman mpr.go.id, Selasa (5/4/2022).
Politikus Partai Demokrat itu menilai kenaikan harga Pertamax nantinya akan meningkatkan konsumsi Pertalite.
"Begitupun dengan Pertamax yang harganya kini naik menjadi Rp12.500/liter, sangat mungkin konsumen beralih ke Pertalite yang disubsidi dengan harga Rp7650/liter,” ujarnya.
Mantan Menteri Koperasi dan UKM ini mengimbau pemerintah untuk melakukan mitigasi yang tepat atas kenaikan harga Pertamax.
Sebab, dengan selisih harga yang begitu jauh, pengguna Pertamax yang beralih ke Pertalite akan membuat kuota BBM bersubsidi ini cepat habis, sehingga pemerintah mesti kembali menyediakannya.
"Akhirnya, beban subsidi di APBN membengkak, dan ujung-ujungnya dana pembangunan akan terganggu," ujarnya.
Sementara itu, jika elpiji 3 kg juga dinaikkan, jelas sangat memberatkan pelaku UMKM sehingga ujungnya merugikan konsumen.
"Penjual nasi goreng, warung makan sederhana, bakso, dan jajanan rakyat lainnya jelas-jelas menggunakan LPG 3 kg. Kenaikan harga gas bersubsidi ini akan sangat berdampak pada keberlanjutan usaha mereka, dan akhirnya merugikan masyarakat. Ini adalah skenario yang akan terjadi,” kata Syarief.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah agar betul-betul menelaah lebih tajam kebijakan menaikkan harga Pertamax.
Jika pengawasan dan mitigasi tidak serius, maka rakyat akan beralih ke komoditas yang harganya lebih rendah.
“Saya kira persoalannya bukan saja pada penyesuaian atas harga keekonomian secara global. Namun yang juga lebih penting adalah menyesuaikan jarak harga komoditas bersubsidi dengan yang nonsubsidi tidak terlalu jauh. Jika selisih harga Pertamax dan Pertalite saja hampir setengah harga, maka migrasi komsumen sangat mungkin terjadi. Di sinilah peran negara mengatur agar perekonomian berjalan dengan baik,” katanya. kompastv