WANHEARTNEWS.COM - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui masih mengawasi dan memantau aktivitas Abu Bakar Baasyir bahkan setelah pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) bebas pada Januari 2021, usai sepuluh tahun dipenjara gara-gara mendukung kegiatan terorisme di Indonesia.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan, pada dasarnya kini Abu Bakar Baasyir telah menjalani kehidupan bebas dan kembali kepada masyarakat. Tetapi, katanya, pemerintah tetap berkewajiban menjalankan program deradikalisasi untuk memastikan pemimpin Pondok Pesantren Islam Al Mu'min, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu tidak lagi berkegiatan yang mengarah pada terorisme.
BNPT, kata Boy, bekerja sama dengan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk memastikan Baasyir tidak dimanfaatkan oleh kelompok atau orang tertentu untuk melakukan aktivitas kekerasan dan terorisme.
Dalam wawancara eksklusif dengan The Interview, di Jakarta, Kamis, 28 April 2022, dia tidak memungkiri bahwa BNPT maupun aparat keamanan lainnya masih mengawasi aktivitas dan gerak-gerik Baasyir. "Tentu, tidak dalam konteks penjagaan," ujarnya. "Monitoring aktivitas adalah sesuatu yang lumrah, saya pikir, dalam konteks program deradikalisasi."
Pemantauan seperti tersebut, kata mantan kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri itu, berlaku untuk semua mantan narapidana kasus terorisme. Meski demikian, pemantauan dan pengawasan tidak dalam konteks memata-matai, apalagi sampai membatasi aktivitas.
"Saya melihat ada kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pertemuan-pertemuan saja; [pertemuan terbatas] antara beliau (Abu Bakar Baasyir) berinteraksi dengan masyarakat," katanya.
Sejauh ini, menurut Boy, kegiatan pertemuan-pertemuan itu masih dalam kategori wajar seperti halnya masyarakat pada umumnya. Namun, satu hal yang penting, hasil pemantauan atas kegiatan-kegiatan Baasyir dievaluasi dan telah dipastikan tidak mengarah pada sesuatu yang membahayakan.
"Jadi," dia menegaskan, Abu Bakar Baasyir "sebagaimana layaknya masyarakat bebas hari ini; kita tidak bisa membatasi aktivitas beliau".
Menolak Pancasila hingga panutan Jemaah Islamiyah
Abu Bakar Baasyir merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia dan pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min, Ngruki, Solo. Berbagai badan intelijen menuduh Baasyir sebagai kepala spiritual Jamaah Islamiyah (JI), sebuah kelompok separatis militan Islam yang mempunyai kaitan dengan al-Qaeda, walaupun Baasyir membantah menjalin hubungan dengan JI atau terorisme.
Baasyir mendirikan Pesantren Al-Mu'min di Ngruki bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972. Pada masa Orde Baru, Ba'asyir melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila.
Sejak era 1980-an, Baasyir, bersama Abdullah Sungkar, kerap berurusan dengan aparat karena sejumlah aktivitas radikalnya. Pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Baasyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya, Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan al-Qaeda.
Pada 23 September 2002, majalah TIME menulis berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist. Di situ disebutkan bahwa Abu Bakar Baasyir merupakan perencana peledakan di Masjid Istiqlal. Baasyir segera memprotes TIME dan membantah semua tudingan yang diberitakan majalah ternama itu.
Pada 16 Juni 2011, Baasyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia. Sepuluh tahun kemudian, 8 Januari 2021, Baasyir bebas murni dari hukuman penjara Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Sumber: viva