WANHEARTNEWS.COM - Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan semua kasus cacar monyet yang ada di AS ditemukan pada pada orang-orang gay, biseksual, dan para pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis.
Amerika Serikat pada Kamis (26/5/2022) menyebutkan telah menemukan sembilan kasus cacar monyet di tujuh negara bagian, beberapa di antaranya dialami orang-orang yang belakangan ini tidak punya riwayat bepergian ke luar negeri.
Hingga Rabu (25/5/2022), enam kasus cacar monyet tercatat di Massachusetts, Florida, Utah, Washington, California, Virginia, dan New York, kata Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS kepada para wartawan.
Sebagian besar infeksi yang terdeteksi secara global sejauh ini tidak parah. Banyak kasus infeksi tersebut, tapi tidak semua, dilaporkan terjadi pada para pria yang melakukan kontak seksual dengan sesama jenis.
Gejala-gejala yang tampak antara lain adalah demam dan ruam tertentu yang membengkak.
Semua kasus yang ada di AS ditemukan "pada orang-orang gay, biseksual, dan para pria yang berhubungan seks dengan laki-laki," kata Direktur CDC Rochelle Walensky saat konferensi pers.
Walensky mendesak agar penanganan dilakukan dengan "panduan berdasarkan ilmu, bukan stigma."
Lebih dari 20 negara, tempat kasus cacar monyet tidak berupa endemi, telah melaporkan wabah viral tersebut. Sekitar 200 kasus dipastikan muncul dan lebih dari 100 dugaan kasus infeksi dilaporkan di negara-negara itu, sebagian besar di Eropa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara untuk meningkatkan pengawasan terhadap cacar monyet. Kasus pertama cacar monyet di Amerika Serikat dilaporkan muncul di Massachusetts pekan lalu.
Beberapa dari sembilan kasus yang teridentifikasi di AS terjadi pada orang-orang yang baru-baru ini melakukan perjalanan internasional ke daerah-daerah yang dilanda wabah cacar monyet, namun "yang lainnya tidak demikian", kata direktur CDC, Kamis (26/5/2022).
Penyakit itu, yang sebagian besar melanda Afrika bagian barat dan tengah, merupakan infeksi yang bisa menular secara luas dan cepat. Penyakit tersebut pertama kali terdeteksi di Republik Demokratik Kongo pada 1970-an.
Sumber: tvonenews