WANHEARTNEWS.COM - Polemik tentang Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof. Budi Santosa Purwokartiko yang diduga menyindir mahasiswa berhijab dengan sebutan 'manusia gurun' masih menuai kecaman dari berbagai pihak.
Bagaimana tidak, pasalnya istilah berbau diskriminasi ras, suku, dan agama antargolongan itu justru datang dari pejabat tinggi akademisi.
Salah satu tokoh yang tak tinggal diam mengecam ujaran SARA itu adalah Wakil Ketua Umum Parta Gerindra Fadli Zon.
Ia bahkan tak segan menyebut Budi Santoso sebagai golongan Islamophobia.
Fadli Zon juga mendesak agar ideologi Islamophobia tersebut segera dihentikan.
“Sebaiknya mereka yang terpapar Islamofobia ini segera dihentikan,” ucap Fadli Zon seperti dikutip dari Twitter @fadlizon.
Pernyataan Fadli Zon itu kemudian dipertegas lagi oleh Tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan.
Jejak Islamophobia Rektor ITK Budi Santosa Mulai Terbongkar, Ternyata Anggota GAR ITB
Syahganda mengungkapkan kalau Rektor ITK Budi Santosa memang merupakan anggota Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB).
Kelompok ini, kata Syahganda, menganut prinsip yang berseberangan dengan nilai dan esoteris Islam sehingga menampakkan sikap yang cenderung Islamphobia.
Bahkan, di lain sisi, mereka juga dinilai rasis dalam menyikapi perbedaan di kalangan umat Islam.
Tak hanya itu, kelompok mereka juga pernah dikabarkan melaporkan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin pada 2021 lalu.
Syahganda menjelaskan, saat itu GAR ITB melapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas tuduhan bahwa Din Syamsuddin telah bersikap konfrontatif dengan lembaga negara berikut kebijakannya.
"Budi tercatat dalam kelompok Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB, sebuah kelompok bersemangat rasis dan Islamophobia, yang memfitnah Din Syamsuddin beberapa waktu lalu," kata Syahganda dalam keterangannya, Kamis, 5 Maret 2022.
Syahganda lantas mengecam istilah 'manusia gurun' yang disebutkan Budi dalam tulisan panjangnya di Facebook.
Ia menegaskan ujaran ujaran itu jelas-jelas merendahkan kedudukan umat Islam, khususnya perempuan muslim.
"Budi Santosa, menghina perempuan di akun medsosnya. Dia juga menghina Islam. Menurutnya perempuan berjilbab merupakan perempuan gurun yang tidak mempunyai value (nilai-nilai) yang universal," ujar Syahganda.
Mengejutkannya, Syahganda mengatakan kalau ideologi Islamophobia ini bahkan sudah merasuk lebih dulu pada tubuh pemerintahan.
Hal itu pernah dibahas Syahganda dalam tulisannya berjudul "Cadar, Cingkrang, dan Kebangkitan Peradaban Islam" pada 2019.
Ia membongkar tentang keikutsertaan negara, khususnya pemerintahan Jokowi, dalam semangat Islamophobia.
Saat itu, Menteri Agama dan Menteri PAN-RB mempersoalkan dan melarang pegawai mereka yang memakai cadar dan bercelana cingkrang.
Padahal, menurutnya, dengan jilbab-lah kaum muslimah bisa melindungi diri dari interaksi sosial yang melebihi batas.
Contohnya, saat seorang perempuan bertemu lelaki bukan muhrim tanpa ditemani atau dilihat oleh orangtua/suaminya.
"Hal ini membentuk opini terstruktur dalam lingkungan kekuasaan bahwa Islam atau Islam dalam simbolistik budaya tertentu perlu disingkirkan. Dalam tulisan itu saya menjelaskan bahwa jilbab adalah sebuah simbol perlindungan perempuan dalam Islam," jelasnya.
"Konsep ini selain melindungi dan mendorong emansipasi perempuan Indonesia, tentu juga memberikan proteksi pada keluarga, sebagai institusi sosial yang paling penting dalam masyarakat," lanjutnya.
Syahganda pun sampai pada simpulan bahwa dipilihnya seorang petinggi akademisi yang ternyata memiliki ideologi Islamophobia itu telah menjadi bukti keberhasilan golongan anti-Islam memanfaatkan struktur negara dalam kepentingannya. [hops]