OLEH: TONY ROSYID*
DI mana ada Anies, di situ ada teriakan "presiden". Ini fakta yang beberapa bulan terakhir ini disaksikan oleh bangsa Indonesia.
Di mana Anies hadir di tengah massa, di situ panggung Anies tercipta. Terlihat natural, dan jauh dari agenda setingan. Anies memang dikenal sebagai sosok yang tidak terlalu suka dengan hal-hal berbau gimik.
Ketika berkunjung ke Surabaya, K.H. Marzuki Mustamar, Ketua DPW NU Jawa Timur sekaligus pengasuh Pesantren Sabilurrosyad bilang ke seorang anak kecil: "salaman dulu dengan calon presiden" (12/11/2021). Video ini sempat viral. Dan terlihat bagaimana warga NU Jawa Timur yang hadir sangat antusias terhadap Anies.
Ketika menghadiri dialog Phinisi Hall Hotel Claro di Makassar (22/1/2022), Anies dikerubutin massa sampai gak bisa jalan. Hampir semua yang hadir teriak "presiden".
Begitu juga di UGM (Universitas Gadjah Mada) Jogja di bulan Ramadhan lalu (7/4/2022). Teriakan "Anies Presiden" menggema di masjid kebanggaan kampus UGM itu.
Gara-gara ini, sejumlah menteri yang sedianya akan mengisi acara kultum tarawih di masjid UGM pada malam berikutnya enggak jadi hadir. Publik pasti akan membandingkan.
Ini bisa menjadi beban psikologis bahkan politik tersendiri. Apalagi para menteri itu punya keinginan nyapres di 2024.
Kemarin (29/5) di Milad ke-20 PKS, Anies pun diteriakin presiden. Pidato Anies di acara milad PKS pun viral dan mendapat banyak simpatik.
Stigma kadrun, intoleran, kelompok garis keras dan sejenisnya yang selama ini diproduksi secara massif dan sistematis oleh kelompok tertentu, tidak menyurutkan laju popularitas dan elektabilitas Anies.
Sebaliknya, tuduhan yang karena kontra fakta dan berbanding terbalik dengan bukti yang ada justru malah mendatangkan gelombang empati dan simpati yang semakin besar kepada Anies. Dari sinilah teriakan "Anies Presiden" semakin lantang dan menggema.
Ini yang kemudian mengobarkan spirit berbagai komunitas untuk mendorong Anies menjadi presiden 2024. Infonya, sudah ada 55 simpul relawan yang bekerja dan mengkampanyekan Anies jadi presiden. Sepertinya, jumlah simpul-simpul relawan Anies semakin hari terus bertambah.
Apa arti ini semua? Rakyat ingin Anies memimpin negeri ini. Anies adalah harapan. Anies menjadi ekspektasi rakyat untuk menjadi nakhoda negeri ini.
Mengapa ekspektasinya kepada Anies? Karena Anies diyakini mampu menjawab problem bangsa ini.
Problem utama bangsa ini adalah ketidakadilan. 1% orang menguasai 50% kekayaan di negeri ini. 10% orang menguasai 77% kekayaan negara. 90% berebut kekayaan yang tersisa yaitu 23%. Ini jelas ketidakadilan.
Selama dua periode, Presiden Jokowi dipecundangi oleh sejumlah oknum di sekitar Istana. Mereka berkolaborasi dengan mafia pertambangan, mafia pangan, mafia migas, dan mafia-mafia lain untuk merampok kekayaan negara. Segelintir orang semakin kaya dan kemiskinan rakyat semakin bertambah.
Sejak dulu, dari satu rezim ke rezim yang lain, mafia memang terbiasa gentayangan di sekitar Istana. Hanya saja, sekarang lebih rakus dan terang-terangan. Hal ini telah mendatangkan protes berjilid-jilid dari mahasiswa dan elemen bangsa yang lain. Rakyat semakin hari semakin gerah dan marah.
Dalam situasi seperti ini, muncul sosok Anies membawa tema keadilan. Bukan sekedar ajakan, tapi Anies telah membuktikan dan memberi contoh di Jakarta.
Di satu sisi, Anies segel pulau reklamasi. Di sisi lain, Anies hidupkan UMKM. Anies buka jalur Sudirman-Thamrin untuk sepeda motor yang sebelumnya ditutup. Tujuannya, agar UMKM tetap bisa bernapas melayani para pegawai dan pekerja kantoran di sepanjang jalur Sudirman-Thamrin via layanan motor.
Setiap hari, ada sekitar 480 ribu pengiriman di jalur Sudirman-Thamrin via motor. Berapa miliar setiap harinya uang yang beredar di antara rakyat kecil itu.
Saat pandemi, di tengah maraknya bisnis PCR dan vaksin, Pemprov DKI memborong APD dan masker yang diproduksi UMKM Jakarta. Ini upaya Anies menjaga stabilitas perekonomian warga DKI. Belum lagi KJP-plus dan bansos yang porsinya lebih besar dari daerah lain. Inilah keadilan yang dihadirkan oleh Anies.
Anies menjadikan Jakarta sebagai ibu kota untuk seluruh rakyat Jakarta. Dari manapun berasal, mereka berhak untuk datang, tinggal dan cari pekerjaan di Jakarta. Di era Anies, tidak ada lagi operasi yustisi. Tidak ada yang dilarang untuk hidup di Jakarta.
Anies juga memberikan kenyamanan bagi semua pemeluk agama di ibukota. Dipermudah izin pendirian tempat ibadah, selama ikut aturan dan tidak resisten secara sosial. Semua pemeluk agama di Jakarta leluasa menjalankan ibadahnya.
Tidak hanya sampai di situ, sejak 2019 Anies melalui Pemprov DKI, juga memberi bantuan bulanan kepada semua tempat ibadah.
Inilah program yang dinamai "BOTI", singkatan dari Banruan Operasional Tempat Ibadah. Tanpa ada diakriminasi. Inilah yang membuat stigma intoleran dan politik identitas itu salah sasaran.
Kerja keras dan kesuksesan Anies menghadirkan keadilan di ibu kota telah menumbuhkan ekspektasi rakyat agar Anies juga bersedia mengambil tanggung jawab untuk menghadirkan keadilan di negeri ini.
Anies dianggap orang yang tepat untuk mengambil tugas dan amanah untuk menjadi presiden RI. Di sinilah teriakan "Anies Presiden" menemukan argumen rasionalitasnya.
(Penulis adalah pengamat politik dan pemerhati bangsa)