Oleh: Eko Kurniawan
Di perusahaan saya bekerja, sebuah perusahaan telekomunikasi terbesar di Inggris, saya sering terlibat sebagai anggota panel dalam proses seleksi dan wawancara pegawai baru, baik yang sudah berpengalaman maupun fresh grad.
Setiap pewawancara diberikan handbook. Bagian awal dari handbook tersebut adalah penekanan untuk tidak bias ketika menilai calon karyawan, seperti masalah stereotype dan asumsi. Selain itu juga hal-hal seperti usia, disabilitas, gender, ras, agama, status pernikahan, status kehamilan tidak boleh mempengaruhi penilaian dalam interview. Selain itu informasi mengenai siapa saja kandidat adalah rahasia
Kalau hal-hal ini dilanggar, perusahaan dan interviewer berpotensi untuk dituntut secara pidana dan perdata.
Jadi cukup mencengangkan ketika seorang profesor dan rektor sebuah PTN yang menjadi panel pewawancara beasiswa LPDP yang pernah sekolah di Amerika, mengaku berpikiran terbuka ternyata membuat pernyataan yang bertolakbelakang dengan nilai-nilai equal opportunity dan anti diskriminasi.
Ditambah lagi ybs secara terbuka mengungkapkan pemikirannya di publik lewat sosial media.
Ini masalah besar, karena LPDP ini uang rakyat yang didanai dari pajak yang dibayarkan orang tua ataupun keluarga dari para kandidat-kandidat tersebut, yang pastinya diantaranya ada memiliki background keagamaan maupun kultural yang di diskriminasi profesor tersebut. Diskriminasi ini bisa jadi salah satu bentuk pengkhianatan penggunaan uang rakyat
Mungkin orang-orang yang mengaku openmind dan memuja negara-negara barat ini perlu melihat kembali nilai-nilai barat, yang mereka sering diagungkan seperti:
πDemocracy
πRule of Law
πRespect & Tolerance
πIndividual Liberty
Sayangnya, hal-hal ini biasanya hanya digunakan sebagai alat untuk menekan dan persekusi pihak yang tak sepaham, mungkin saatnya untuk benar-benar mengamalkan nilai-nilai yang mereka agungkan itu sepenuhnya...
(fb)