WANHEARTNEWS.COM - Konsolidasi Nasional Rakyat Indonesia (KNRI) tetap berlangsung di pelataran Gedung Pandansari, Cibubur, Jakarta Timur sejak Selasa (10/5) hingga Kamis (12/5). Meskipun ada upaya menghentikan acara yang diselenggarakan oleh Komite Rakyat Lawan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KRL-KKN) itu.
Ketua Panitia Pelaksana KNRI, Adit menjelaskan, sekitar 300 peserta yang mewakili 34 provinsi dan berbagai elemen dari berbagai daerah di Indonesia secara mendadak tidak diperbolehkan menggunakan Gedung Pandansari meskipun sudah membayar sewa.
"Kami sudah mengikuti prosedur untuk menyampaikan pemberitahuan ke aparat baik polsek, polres, bahkan sampai ke polda, sudah oke semua. Tetapi di hari pelaksanaan saat peserta dari berbagai daerah sudah datang dan mau menggunakan gedung tiba-tiba dilarang," ujar Adit kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/5).
Konsolidasi yang diselenggarakan oleh KRL-KKN ini akhirnya dilaksanakan di luar gedung, menggunakan lapangan dan lorong-lorong penginapan peserta dengan suasana heroik.
Konsolidasi ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia, pelajar, akademisi, buruh, petani, nelayan, pedagang kaki lima, guru honorer, masyarakat korban tambang, alumni berbagai kampus, para dokter, emak-emak, para aktivis lingkungan, hingga para pentolan aktivis '98.
Sejumlah akademisi yang hadir di lokasi konsolidasi di antaranya Ubedilah Badrun, Anthony Budiawan, Bivitri Susanti, Eka V Putra, dan Herdiansyah Hamzah yang hadir melalui online.
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti dalam penyampaian pandangannya mengemukakan, terdapat persoalan serius dalam tata kelola negara ini, di antaranya terkait cara ugal-ugalan menyusun undang-undang yang mengabaikan aspirasi.
"Saya melihat cara mengelola negara ini sangat buruk, diliputi KKN, menyusun undang-undang saja terlihat sangat ugal-ugalan mengabaikan suara rakyat," kata Bivitri Susanti.
Sementara itu, akademisi dan ekonom, Anthony Budiawan, dalam sambutannya mengatakan, ekonomi Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
"APBN kita defisit Rp 1.000 triliun, APBN naik menjadi sekitar Rp 2.700 triliun pada tahun 2021 tetapi jumlah daerah miskin bertambah. Kenaikan APBN itu hanya dinikmati oligarki melalui insentif pajak, bisnis PCR, dan lain-lain," jelas Anthony Budiawan.
Selain itu, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyampaikan bahwa reformasi telah dikhianati, bahkan rakyat betul-betul telah dikhianati.
"Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang merajalela, vulgar dilakukan di tengah rakyat sedang sengsara, dan penguasa yang dikendalikan oligarki adalah fakta yang tidak bisa dibantah bahwa negara ini telah dikhianati, rakyat telah dikhianati, reformasi telah dikhianati," kata Ubedilah.
Ubedilah yang merupakan melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan KKN dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kemudian mengemukakan data untuk memperkuat kritik kerasnya tersebut.
"Korupsi miliaran rupiah telah terjadi di tengah rakyat sedang sengsara, misalnya korupsi bansos. Kerjasama antara anak penguasa dengan anak petinggi perusahaan besar di tengah perusahaan tersebut penuh masalah hukum juga telah terjadi," jelas Ubedilah.
"Ada juga sejumlah jabatan strategis yang diberikan kepada mereka yang menjadi bagian utama oligarki. Misalnya duta besar dan pejabat penting di proyek IKN. Kebijakan strategis pemerintah berubah hanya dalam hitungan hari karena tekanan oligarki. Itu semua adalah diantara fakta yang tidak bisa dibantah bahwa KKN merasuki Istana dan oligarki mengendalikan pemerintah," ucap Ubedilah menutup.
Acara konsolidasi nasional tersebut akan berlangsung selama 3 hari hingga Kamis (12/5).
Pada hari ini, Rabu (11/5), diagendakan sidang komisi dan sidang pleno konsolidasi. Sementara esok hari, adalah pembacaan dan penyampaian hasil konsolidasi nasional tersebut di hadapan media dan publik secara luas.
Sumber: RMOL