MUSLIMIN, KOMUNITAS PALING RAMAH SAAT MENJADI MAYORITAS
Inti fungsi dan dasar aksiologis ajaran Islam itu adalah kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi sesama dan lingkungan tempat ia tinggal. Rahmatan li-l 'Aalamiin.
Sebuah ekspresi kesalehan sosial. Buah dari keimanan kolektif. Sikap implementatif yang berdimensi transenden sekaligus imanen. Inilah SUMMUM BONUM (Kebajikan Tertinggi)-nya ajaran Islam.
Kebajikan tertinggi ini, telah menyata dalam kehidupan muslim di Nusantara selama berabad-abad.
Ekspresi dan pengejawantahan ajaran rahmatan lil alamin ini cukup kompatibel dan kongruen dengan pola hidup gotong-royong serta prinsip-prinsip welas-asih-nya bangsa Nusantara. Melekat secara kohesif. Sublim ke dalam ruang kearifan kultur.
Karenanya, kaum minoritas apapun, baik secara etnis maupun keyakinan, begitu nyaman hidup di sini. Nihil diskriminasi. Minim demonstrasi anti minoritas. Tidak seperti yang dialami kaum muslim saat mereka menjadi minoritas. Kaum imigran muslim di Eropa-Amerika yang diintimidasi oleh arogansi para Islamofobik. Musim Rohingya oleh mayoritas Budha Myanmar. Muslim Uighur oleh komunis Tiongkok. Muslim Palestina oleh Yahudi Israel. Muslim India oleh Mayoritas Hindu.
Di sini. Di negeri dengan kaum muslim terbesar di dunia ini, tak ada aksi intimidasi. Tak ada diskriminasi terhadap minoritas. Tak ada Kristianofobia, Hindufobia, Budhafobia, Chinafobia dst.
Yang ada malah justeru sebaliknya. Tirani minoritas. Lewat akses-akses kekuasaan yang dimiliki, lewat kapital yang melimpah, mereka diam-diam menggembosi kaum mayoritas. Akal-akalan menstigmatisasi kaum muslim dengan cap-cap negatif; intoleran, anti-kebinekaan, radikal dst.
Hasud dan dengki itu membuat sulit berterimakasih.
(Taofik Al Rakhman)