WANHEARTNEWS.COM - Politikus PDIP Gilbert Simanjuntak meragukan data soal tiket Formula E lebih banyak dibeli ornag warga negara asing (WNA). Dia mengatakan hal tersebut bisa saja hanya klaim dari pihak Jakpro.
"Saya kurang jelas soal data ini (data pembeli tiket Formula E). Kemungkinan mereka ada di sini, atau hanya klaim sepihak dari Jakpro, kita tidak tahu, nanti kita lihat realitanya. Saya kurang yakin orang asing beli," ujarnya, Jumat (20/5/2022).
Menurutnya, harga tiket Formula E juga terlalu mahal. Dia mengatakan harga tiket yang dijual tidak sesuai dengan kemampuan beli masyarakat.
"Soal harga tiket, memang mahal. Tidak sesuai taksiran willingness atau ability to pay (WTP/ATP)," tuturnya.
Pihak Jakpro sendiri sebelumnya menyebut banyaknya pihak asing yang membeli tiket diharapkan dapat membawa devisa masuk ke Indonesia. Menanggapi hal itu, Gilbert meminta Jakpro lebih dahulu memikirkan balik modal dari gelaran balapan mobil listrik ini.
"Soal devisa, mereka klaim terlalu jauh. Sebaiknya klaim uang APBD dikembalikan, balik modal dahulu," imbuhnya.
Sebelumnya, JakPro menyebut pembeli tiket Formula E didominasi warga negara asing. JakPro optimistis hal ini mampu mendatangkan devisa bagi negara.
Hal ini disampaikan Direktur JakPro Gunung Kartiko saat konferensi pers di Ancol Beach City, Jakarta Utara, Kamis (19/5).
"Dari sini kita bisa melihat bahwa yang membeli tiket itu ternyata tidak hanya dari masyarakat Indonesia, tetapi lebih dari 50 persen warga negara asing, sehingga diharapkan itu membawa devisa masuk ke Indonesia," kata Gunung.
Berdasarkan data yang dipaparkan Gunung, 21,2 persen tiket Formula dibeli warga Indonesia. Tiket yang dijual memiliki beragam kelas dari festival hingga VVIP.
Dia juga memaparkan asal negara para pembeli tiket Formula E. Berikut ini rinciannya:
1. Amerika: 6,1 persen
2. Australia: 9,1 persen
3. Filipina: 6,1 persen
4. India: 6,1 persen
5. Malaysia: 3 persen
6. Argentina: 3 persen
7. Britania Raya: 6,1 persen
8. Guatemala: 3 persen
9. Italia: 6,1 persen
10. Jepang: 9,1 persen
11. Norwegia: 3 persen
12. Polandia: 3 persen
13. Tunisia: 3 persen
14. Turki: 3 persen
Sumber: lawjustice