By Akmal Sjafril (@malakmalakmal)
Btw pastinya ini bukan foto saya. Itu ada watermarknya, tertulis nama "Ari Wibisono". Sudah pasti saya tidak mengklaim gambar ini. Saya cuma menemukannya di Twitter dan tertarik krn ia jadi obyek perdebatan yg lumayan seru.
Foto ini adalah foto Shalat Idul Fitri 1443 di Jatinegara, Jakarta Timur.
Kata orang, "a picture speaks a thousand words". Satu gambar bisa berbicara dengan seribu kata. Well, kasus ini membuktikan bahwa meski secara umum pernyataan itu benar, tapi seribu kata pun masih bisa disesatkan dgn narasi2 tak bertanggung jawab.
Gambar tsb memperlihatkan kondisi Indonesia yang sebenarnya. Org Indonesia itu toleran, guyub, penuh tenggang rasa. Tidak bermusuhan, saling benci, at least sblm ada orang2 yg hidup dari proposal bertemakan toleransi 😅
Tapi dengan sedikit narasi tambahan saja, makna gambar tsb bisa dibelokkan 180 derajat. Bukannya bahas toleransi, kesimpulannya malah intoleransi. Gambar itu adalah ttg Shalat 'Idul Fithri di luar Gereja, tapi ada yg bernarasi 'Gereja dikepung'. Provokatif bgt kan?
Setelah saya riset sekilas, sebenarnya narasi2 kayak gitu gak terlalu laku jg sih. Saya lihat yg ngetweet spt itu banyak yg anonim, dan yg like dan RT pun rata2 nol. Tadinya saya mo kasi contoh banyak, tp ternyata sedikit yg berpengaruh.
Ini salah satu yg berpengaruh. Jadi saya bahas yg ini aja ya. Sadly, pelakunya adalah wartawan yang semestinya paham akan bahayanya narasi jika digunakan secara tidak bertanggung jawab. Oh well, tp soal ketidaknetralan media jg bukan hal baru ya
Di tweet itu dikatakan (terjemahan ya): "Agak bingung jg kenapa foto ini dijadikan contoh kebhinnekaan." Nah ini narasi pembukanya. Jadi jelas maksudnya adalah "Foto ini jelas menunjukkan ketidakbhinnekaan (kata baru 😅) alias intoleransi!"
Lalu dikatakan "Umat Muslim (di Indonesia) adalah mayoritas dan mrk selalu beribadah di tempat2 umum". Nah, kata "selalu" ini bisa menyesatkan. Apa iya umat Muslim SELALU beribadah di jalan spt pd gambar? Or, does ALWAYS -- in this case -- mean ANNUALLY?
Yup, frekuensi itu ngaruh bgt kpd penilaian kita. Kalau ada tetangga nutup jalan tiap hari, gmn org sekomplek gak darah tinggi coba? Tapi kalo sesekali dia izin krn anaknya kawin atau bapaknya wafat, apa gak dibolehin?
See, bangsa kita itu toleran bgt. Gak ada yg ngomel jalan ditutup kalo emang ada kondangan. Toh gak tiap hari juga kondangan. Gak semua org bisa kawinan di gedong, itu realita. Negara lg susah, ekonomi lg ruwet, cuma ibukota baru aja yg dipaksain mulu. #eh 😅
Nah Shalat 'Id itu cuma dua kali setahun. Jangan bayangkan tiap hari atau tiap pekan bakal kejadian kek gitu. Itu penggambaran yg keliru sekali.
Ada yg bernarasi bhw kejadian itu mempersulit yg mau ibadah di Gereja. OK, sekarang kita pertimbangkan waktunya. Shalat 'Id itu jam brp sampe jam brp sih? Kemarin sy jd imam dan khatib di Bogor, rangkaian dimulai jam 06.30, jam 07.30 dah kelar. Kita dah apal kok.
Baik yg shalat di komplek kecil kayak saya atau yg sampe membludak ke lapangan dan jalan, sama juga. Kira2 jam sampe 07.30 aja. Sampe kelar beres2 sampah dsb, tambahin lah 30-45 menit. Nah, kira2 ibadah di Gereja terganggu gak jam segitu? 😊
Kembali ke tweet yg sy jadikan contoh, coba lihat bagian akhirnya. Ada kesan seolah2 Gereja gak bisa protes. Apa sudah cek & ricek ke pihak Gereja bhw mrk DIPAKSA menerima? Atau mereka sdh sejak awal diajak bicara dan fine2 aja dgn Shalat 'Id yg jadwalnya kyk gt?
Begini. Kalau mau shalat di jalan kek gitu, tentu bukan hanya Gereja yg perlu diajak bicara. Polisi juga. Sama dgn org kondangan di komplek, ngobrol sama RT, koordinasi sm satpam, bahkan sowan ke tetangga2. Aduh, itu mah org Indonesia dah khatam!
Katakanlah masih ada yg merasa terganggu. Well, seperti yg sdh dibahas sebelumnya, itulah toleransi. Toleransi itu memang berlapang dada. Org yg tetangganya kondangan mungkin jg ingin tidur siang, tp sabar2lah. Toh tetangga ngawinin anaknya jg gak sekali setaun.
Kalo logika BuzzeRp diikuti terus, nanti negeri kita gak toleran lagi. Semuanya saling protes. Gereja membunyikan lonceng, diprotes. Umat Hindu mo nyepi, diprotes. Borobudur dipake utk prosesi umat Budha, diprotes juga. Kan gak enak negara kek gitu.
Disebut toleransi krn memang ada yang harus berlapang dada. Bersabar itu sama sekali tidak hina, malah mulia. Dan bangsa Indonesia sejak dulu sudah mampu melakukannya, sebagaimana Shalat 'Id di sekeliling Gereja spt pd gambar jg sdh sejak dulu dijalani warga di situ.
Kita harus lebih sensitif dengan provokasi. Abaikan narasi2 yg tidak bertanggung jawab, kucilkan pelakunya. Kok dikucilkan? Ya, krn mrk provokator. Sebelum ada narasi2 kek gt, negara kita baik2 saja kok. Toleransi sdh terwujud jauh sblm mrk bikin proposal 😃