OLEH : ADIAN RADIATUS
SINGAPURA tampaknya begitu kalang kabut mengurusi kasus deportasi terhadap Ustaz Abdul Somad Batubara yang tercermin dari berbagai statement yang intinya menuding dan menstigma Warga Negara Indonesia ini begitu berbahaya bagi Singapura. Bahkan seakan ekses kedatangannya kelak bisa membuat Singapura punah.
Menjadi pertanyaan menarik bahwa bagaimana mungkin negara Singapura ini lebih tahu kekuatan seorang ustaz dari penguasa negerinya sendiri. Karena sampai saat ini tidak ada catatan hukum ataupun daftar hitam warga yang diterbitkan oleh otoritas Indonesia atas nama Abdul Somad Batubara.
Tidak ada bukti profesionalitas atas apa yang dilakukan penguasa Singapura dalam kasus ini. Semua lebih berdasarkan prasangka buruk yang lebih jauh menodai citra agama Islam itu sendiri.
Bagaimana mungkin ceramah-ceramah seorang ustaz kepada umatnya sendiri bisa dijadikan dasar ketakutan yang cenderung paranoid seperti itu.
Agama saya pun pernah distigma oleh pemuka atau pemimpin agama lain sebagai menyembah berhala di hadapan umatnya dan keluar ke ruang media sosial. Tapi apakah lantas atas dasar itu patut untuk dicegah berpergian apalagi untuk berwisata belaka.
Kita Indonesia juga tak bisa melupakan kasus kematian seorang warganya bernama David Hartanto Widjaja pada 2 Maret 2009. Seorang mahasiswa Indonesia jurusan Electrical & Electronic Engineering Nanyang Technological University (NTU) Singapura, yang dikabarkan loncat dari lantai 4 gedung kuliahnya. Kasus ini sebenarnya masih mengandung misteri meskipun Polisi Singapura menyebut David bunuh diri.
Apa yang menjadi benang merah kasus ini dengan penolakan Ustaz Abdul Somad adalah bahwa penguasa Singapura tidak transparan melibatkan otoritas Indonesia atas suatu situasi yang dapat mengganggu sensitivitas hubungan kedua negara, khususnya kedua masyarakat yang secara kultur sejarah masih bangsa serumpun ini.
Bagaimanapun 'nasi telah menjadi bubur' dan adalah arif nan bijak bila otoritas Singapura bersedia introspeksi diri atas hal yang menyoal warga negeri tetangga ini. Sementara Pemerintah Indonesia sendiri masih berupaya bersikap mengerti atas apa yang dilakukan terhadap warganya.
Namun sekali lagi, karena dasar alasannya terlalu mengandung unsur intervensi terhadap ajaran agama (dalam hal ini Islam) sehingga terasa begitu vulgar dan pastinya mengganggu umat Islam lainnya yang mayoritas di Indonesia.
Kita berharap Singapura jangan sampai kehilangan kejujurannya, bahkan bila tindakan itu dilakukan berdasarkan informasi 'gelap' dari oknum tertentu di negara sang ustaz ini.
(Penulis adalah pemerhati sosial politik)