SINGAPURA
Oleh: Wendra Setiawan
Saya beberapa kali ke negara mungil ini. Walaupun mungil, jangan tanya ekonominya. Termasuk raksasa di Asia.
Negara ini tertibnya minta ampun. Buang sampah sembarangan dendanya jutaan. Hampir semua area publik terpasang CCTV. Jadi jangan berpikir untuk curi-curi kesempatan melanggar aturan. Lolos hari itu, bisa dapet 'surat cinta' di lain hari.
Etika berlalu lintasnya juga luar biasa. Saya pernah mau menyebrang di tempat yang tidak ada zebra cross ataupun jembatan penyebrangan. Saya lihat kanan kiri arus lalu lintas sepi. Oh iya, orang-orang di sana memang malas memakai kendaraan pribadi. Kira-kira dua puluh meter dari tempat saya berdiri ada satu mobil dengan kecepatan sedang hendak melintas. Saat melihat saya tiba-tiba mobil itu melambat lalu berhenti, kemudian mempersilahkan saya menyeberang dengan sopan. Terlihat dari kaca mobilnya.
Sumpah kaget banget. Nggak pernah ketemu yang beginian di Indonesia. Saya merasa sangat dihormati sebagai pejalan kaki. Padahal dia bisa saja jalan terus tanpa mengganggu saya sedikitpun. Coba di Indonesia. Boro-boro melambat lalu berhenti. Kebanyakan orang Indo malah tancap gas. Apalagi kalau jalannya sepi.
Orang-orang di sana juga super sibuk. Jam 8 pagi subway sudah sangat ramai. Mereka kalau jalan cepet banget seolah-olah sedang dikejar hantu. Walaupun subway ramai, jarang sekali saya melihat mereka saling berbincang-bincang. Rata-rata mata mereka tertuju pada ponsel masing-masing dengan memasang gestur tidak ingin diganggu. Tidak seperti di perumahan saya di mana jam segitu banyak bapak-bapak masih sempat-sempatnya ngasih makan burung, main catur, atau udat-udut ditemani pisang goreng. Santuy pokoknya.
Kalau tidak terbiasa, kita bisa stres melihat kehidupan orang-orang di sana. Duit, duit, duit melulu pikiran mereka. Saya sempat bertanya dalam hati, mereka itu pernah menikmati uang yang mereka kumpulkan atau tidak ya?!
Tapi selain tertib, bersih, Merlion, Universal Studio dan pusat perbelanjaan, negara ini aslinya membosankan. Semua yang di sana hasil rekayasa manusia. Semua artifisial. Usia hotel-hotelnya relatif sudah tua-tua.
Jujur, saya lebih menikmari seminggu liburan di Bali dari pada tiga hari di Singapura. Cukup dua hari seluruh pelosok Singapura bisa selesai dijelajahi. Nggak tau kalau bu-ibu. Di sana kalau bawa duit banyak bisa kalap kayaknya. Soal kemegahan, Singapura nggak jauh beda dengan Jakarta sekarang.
Jadi saya agak heran kalau masih banyak orang Indonesia yang pengen liburan ke sana. Mau lihat apa? Cuma mau foto-foto di Merlion lalu diupload ke medsos?
Halah!
(fb penulis)