OLEH: TEGUH NUGROHO*
BICARA tentang Soekarno dalam dunia sepak bola, tak lepas dari upaya Bung Besar ini menyatukan bangsa Indonesia lewat olahraga, untuk menguatkan rasa nasionalisme Indonesia.
Dan sepak bola sering kali dijadikan garda terdepan oleh Soekarno, yang digunakan sebagai alat perjuangan politik mengangkat martabat bangsa Indonesia.
Bagi Soekarno, sepak bola memiliki keterkaitan dengan politik kebangsaan Indonesia. Apalagi di zaman baru merdeka, di mana situasi politik Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaan membuat dunia sepak bola sebagai sarana penguatan terhadap nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan.
Soekarno sadar betul bahwa sepak bola dan nasionalisme memiliki keterkaitan dan persamaan.
Nasionalisme merupakan spirit atau jiwa dan sepak bola adalah bentuk fisiknya. Nasionalisme menurut Soekarno tidak sebatas rasa mencintai Tanah Air, tapi sejenis pandangan politik yang mengekspresikan semangat kebangsaan dalam konteks nation state yang didasarkan atas partisipasi publik/rakyat serta prinsip-prinsip persamaan hak dan kesataraan sosial.
Dengan demikian, konstruksi civic-nationalism yang dianut Soekarno berseberangan secara diametral dengan Nasionalisme nativistik yang didasarkan atas supremasi ras/warna kulit tertentu yang biasanya diikuti dengan praktik diskriminasi rasial dan segregasi sosial.
Sepak bola pun demikian. Sepak bola tidak mengenal one man show dan meniadakan kolektivitas antarsebelas pemain yang mana masing-masing pemain memiliki peran masing-masing yang saling melengkapi.
Dalam hal melengkapi sarana olahraga pun, Bung Besar juga memasukkan nilai kebanggaan rakyat di hadapan dunia Internasional dalam bentuk pembangunan Stadion Gelora Bung Karno (GBK).
Presiden Soekarno berupaya mengukuhkan Indonesia bahwa bangsanya mampu melaksanakan pembangunan sebuah komplek olahraga bertaraf international yang pada masa itu dan belum banyak dimiliki oleh negara maju sekalipun.
Soekarno yang ahli dalam propaganda dan agitasi hendak menjadikan sepak bola sebagai salah satu alat untuk membentuk karakter bangsa dalam proses nation building.
Dan terbukti prestasi sepak bola Indonesia di era Soekarno pun dapat dibanggakan oleh negara dan rakyat Indonesia.
Meski akhirnya prestasi sepak bola Indonesia harus berbanding lurus dengan manuver politik Soekarno setelah kemerdekaan hingga berakhirnya kekuasaannya.
Keterkaitan dan persamaan dalam sepak bola dan nasionalisme yang diusung Soekarno dalam upaya mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia Internasional saat ini tengah diteruskan oleh Anies Baswedan.
Gubernur DKI yang dalam pemerintahannya mengaungkan kolaborasi dan keadilan sosial dalam politiknya membangun nasionalisme selalu bersandar pada Nasionalisme yang dikonsepkan Soekarno yaitu partipasi publik, persamaan hak dan kesetaraan sosial.
Anies Baswedan dan Soekarno sama-sama pecinta olahraga sepak bola. Demikian cintanya kepada sepak bola bahkan dalam pernyataannya menanggapi Covid-19, Anies memasukan harapan agar kondisi pascapandemi bisa bermain sepak bola.
"Bahagia itu kalau bisa main sepak bola, motoran, sepedaan barangkali dulu itu, tapi ketika pandemi bukan, bahagianya ketika Jakarta kematian nol, duh sujud sykur kita. Kematian hari itu nol, alhamdulillah. Mungkin aneh ya, tapi itulah kenyataannya yang saya rasakan," demikian Anies Baswedan yang dimuat Kompas.com dengan judul "Anies Baswedan: Dulu Kebahagiaan Saya Main Sepak Bola, Sekarang Bahagia Jika Nol Kematian Covid-19".
Seperti Soekarno, Anies Baswedan menggunakan sepak bola sebagai alat perjuangannya mewujudkan keadilan sosial dalam dunia olahraga. Hal ini diwujudkan oleh Anies Baswedan dengan membangun lima stadion sepakbola bertaraf internasional.
Pembangunan lima stadion bertaraf internasional yang dilakukan Anies Baswedan berdasarkan kondisi sosial warga DKI yang begitu menyukai olahraga sepak bola.
Namun mereka tidak memiliki kesempatan untuk bermain di lapangan dengan standar yang rumput yang bagus karena ketidakmampuan menyewa lantaran harganya mahal.
Anies Baswedan menyebut dirinya beberapa kali memerhatikan lapangan sepak bola yang rumputnya amat bagus dan berkualitas internasional. Namun sayangnya, kata dia, hampir semuanya dimiliki oleh sekolah ternama atau dibangun secara komersial.
Di satu sisi, masih banyak anak Jakarta yang tidak memiliki biaya untuk mengikuti latihan sepak bola di klub yang berbayar mahal.
Mimpi Anies Baswedan juga sama dengan mimpi Soekarno, yaitu sama-sama bermimpi sepak bola Indonesia bisa mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia Internasional dengan prestasi kelas dunia dan menjadi salah satu kekuatan sepak bola dunia.
Pesannya begitu tegas, agar lima stadion sepak bola berstandar internasional tersebut tidak dikomersialkan, bahkan dituliskan di sekeliling lapangan bahwa lapangan ini tidak untuk dikomersialkan.
Jangan sampai fasilitas ini jadi lapangan berbayar. Mengapa? Agar yang tak bisa bayar tetap bisa bermain. Biarkan klub-klub di perkampungan punya kesetaraan kesempatan untuk tumbuh, berkembang dan berprestasi.
Anies Baswedan menginginkan lapangan sepak bola ini jadi tempat untuk tumbuhnya potensi, tinggikan mimpi dan inspirasi anak-anak dari semua kalangan. bahwa anak-anak yang kini bisa bermain sepak bola di lapangan kelas dunia ini kelak bisa menjadi pemain kelas dunia.
Perhatian Anies Baswedan yang begitu tinggi pada sepak bola membuat prestasi sepak bola DKI meningkat.
Sepak bola DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan berhasil menunjukan prestasinya di tingkat nasional. Bukan hanya Persija Jakarta yang berhasil menjuarai Liga 1 pada tahun 2018 dan menjuarai Piala Menpora pada 2021, Batavia FC sebagai salah satu klub DKI Jakarta juga berhasil masuk ke Liga 3.
Mengikuti Soekarno, Anies Baswedan juga memasukan nilai kebanggaan rakyat Indonesia di hadapan dunia Internasional dalam bentuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Meski dibangun oleh Pemprov DKI, JIS oleh Anies Baswedan disebut sebagai mahakarya dari Jakarta untuk bangsa Indonesia.
Anies Baswedan bahkan menyebut stadion ini merupakan pembuktian ucapan Presiden RI pertama, Soekarno atau Bung Karno.
Anies Baswedan menyebut Bung Karno pernah mengatakan Bangsa Indonesia pasti mampu membuat karya besar yang diakui oleh dunia.
JIS kini berdiri sebagai satu dari deretan bukti bahwa kita adalah bangsa yang besar, kita adalah bangsa yang mampu mempersembahkan karya kolosal, karya yang setara dengan karya yang terbaik di dunia.
JIS yang berkapasitas 82.000 penonton dan fitur atap buka tutup. JIS menjadi stadion beratap penuh terbesar di Asia Pasifik, berbeda dan lebih besar daripada National Stadium di Singapura dan Tokyo Dome di Jepang yang berkapasitas 55.000 orang.
*) Penulis adalah Ketua Nasional Rekan Indonesia