WANHEARTNEWS.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut arus kas PT Pertamina (Persero) terus memburuk karena harus menanggung selisih antara harga jual eceran (HEJ) BBM dan harga keekonomian, atau biaya produksi BBM seiring meningkatnya harga minyak dunia.
Selisih yang harus ditanggung mulai dari BBM Solar dan Pertalite. Untuk Solar, harga ecerannya Rp 5.150 per liter, sementara harga keekonomiannya Rp 12.119 per liter. Jadi, Pertamina menanggung rugi Rp 8.270 per liter setiap menjual Solar.
Pun dengan Pertalite. Harga keekonomiannya Rp 12.556 per liter, namun masih dijual Rp 7.650 per liter. Artinya, Pertamina menanggung rugi Rp 8.678 per liter.
Hal yang sama juga terjadi pada minyak tanah. Harga keekonomiannya Rp 10.198 per liter, namun dijual Rp 2.500 per liter dan Pertamina harus menanggung rugi Rp 6.776 liter.
Untuk produk LPG subsidi menjadi yang paling besar selisihnya. Harga keekonomian LPG saat ini Rp 19.579 per kg. Namun masih dijual Rp 12.624 per kg. Artinya, Pertamina menanggung rugi Rp 12.624 per kg LPG.
"Maka tidak heran kita lihat arus kas Pertamina sejak Januari konstantif negatif karena harus menanggung perbedaan yang merah (harga keekonomian) dan yang biru (harga eceran) dikalikan volume," kata dia dalam rapat di DPR, Kamis (19/5).
Besarnya selisih yang ditanggung Pertamina lantaran harga keekonomian rata-rata minyak Indonesia (ICP) saat ini berada di level USD 100 per barel. Sementara pada APBN 2022 ditetapkan ICP hanya 63 per barel.
Dalam data yang dipaparkan, terlihat arus kas operasional Pertamina pada Januari 2022 negatif USD 1,43 miliar. Februari negatif USD 1,86 miliar, Maret negatif USD 2,44 miliar, dan April negatif USD 3,39 miliar.
Untuk Mei 2022, diproyeksikan arus kas Pertamina makin negatif di level USD 4,11 miliar, Juni negatif USD 4,83 miliar, Juli negatif 5,72 miliar, Agustus negatif USD 7,16 miliar. Hingga Desember 2022, Sri Mulyani memproyeksikan kas Pertamina negatif USD 12,89 miliar atau setara Rp 184,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS).
"Tentu kalau dia harus impor bahan bakar, maka dia juga membayarnya dalam bentuk dolar. Ini yang menyebabkan kondisi keuangan Pertamina menurun," bebernya.
Ancaman defisitnya kas Pertamina hingga Rp 184,3 triliun di akhir tahun ini, kata Sri Mulyani membuat seluruh rasio keuangan perusahaan mengalami pemburukan yang signifikan. Hal ini akan berdampak pada credit rating Pertamina dan credit rating pemerintah.
Sumber: kumparan