WANHEARTNEWS.COM - Isu perpanjangan masa jabatan presiden ternyata masih terus bergulir. Teranyar Bendahara Umum Projo, Panel Barus berbicara tentang perpanjangan masa jabatan presiden 2,5 periode lebih masuk akal dibanding 3 periode.
Tidak hanya itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia seolah turut menggelorakan kembali wacana tersebut dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di JCC Jakarta, Jumat (10/6). Di mana ajakannya kepada para anggota Hipmi untuk berteriak “lanjutkan” dimaknai oleh sebagian orang sebagai ajakan melanjutkan periodisasi kepemimpinan Jokowi.
3 Dosa Projo
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi menilai apa yang dilakukan kelompok Projo sebenarnya telah melanggar 3 dosa besar.
“Jadi jika terus dorong 3 periode, Projo secara keagamaan bikin 3 dosa sekaligus,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Selasa (14/6).
Dosa pertama adalah Projo telah memberi beban orang melebihi kemampuan yang dimiliki. Sementara Tuhan saja tidak pernah memberi ujian lebih berat.
Selaras itu, Projo melakukan dosa kedua, yaitu merasa takabur. Sebab, Projo merasa lebih dari Tuhan yang tidak pernah membebani manusia lebih dari kemampuannya.
“Ketiga, Projo menyerahkan masalah (bangsa) bukan pada ahlinya,” urai Adhie Massardi.
Dosa Melanggar Konstitusi
Di satu sisi, deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini juga menyoroti keberanian Menteri Bahlil dalam melakukan dosa besar. Jika dalam agama dosa besar mengacu pada pelanggaran kitab suci, maka dalam politik dosa itu didasarkan pada kelancangan orang atau kelompok melanggar konstitusi.
Jurubicara Presiden keempat RI Gus Dur itu mengurai bahwa semua pejabat, mulai dari presiden, menteri, hingga para pegawai negeri sipil (PNS) dalam sumpahnya menjunjung tinggi pelaksanaan konstitusi.
Sementara ajakan untuk teriak “lanjutkan” yang dilakukan Bahlil di hadapan Jokowi, bisa menyiratkan upaya untuk bermain-main dengan konstitusi.
“Bahlil di ultah Hipmi membuat konstitusi sebagai bahan lawakan. Teriakan lanjutkan, kalaupun yang dimaksud untuk melanjutkan program, itu tidak pada tempatnya,” tegasnya.
Hal serupa berlaku kepada Wakil Menteri Desa, Budi Arie Setiadi, yang juga ketua umum Projo. Mewacanakan 3 periode yang didengungkan sama saja bagian dari upaya melanggar konstitusi.
“Kenapa jadi penting, karena kalau agama yang dijunjung tinggi adalah kitab suci, sementara kalau di negara adalah konstitusi. Nah ini sama saja memainkan konstitusi secara terbuka,” ujar Adhie Massardi.
Selain dosa besar, yang perlu dicatat dalam mempermainkan konstitusi adalah perhatian penguasa pada rakyat yang dipastikan akan berkurang. Sebab, pikiran pemimpin hanya fokus pada keinginan tetap berkuasa,” sambungnya.
Sumber: RMOL