BENDAHARA UMUM PBNU MARDANI MAMING DITETAPKAN TERSANGKA KORUPSI OLEH KPK
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat, Ketua Umum KPAU)
Baru saja penulis mendapatkan broadcast berita soal penetapan Bendahara Umum PBNU Mardani Maming menjadi Tersangka KPK. Agak kaget juga, karena dampaknya jelas akan lebih dahsyat ketimbang penetapan Tersangka pengurus Partai Politik.
Kalau yang ditetapkan Tersangka oleh KPK adalah pengurus partai atau bahkan Ketua Umum partai, publik akan mudah memahami. Oh partai politik, kena korupsi, biasa saja karena untuk meraih kekuasaan butuh modal, maka wajar kalau berkuasa atau mengendalikan kekuasaan lewat partai lalu korupsi.
Tapi, korupsi yang dilakukan oleh Bendum Ormas Keagamaan? Bukankah Ormas bukan lembaga kekuasaan? bukan pula lembaga yang digunakan untuk meniti karier politik. Mengapa bisa kena kasus korupsi?
Memang benar, dalam kasus Mardani Maming ini belum ada rilis resmi KPK. Status Tersangka Maming, diketahui melalui status dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"[Pencegahan] berlaku sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022," terang Kepala Sub Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Ahmad Nursaleh, Senin (20/6). Pencegahan ini dilakukan atas permintaan penyidik KPK, menurut Ahmad Nursaleh, status Mardani Maming sudah Tersangka.
Penulis sendiri pernah mengurusi klien penulis Gus Nur saat dicekal Ditjen Imigrasi Kemenkumham ketika hendak melakukan lawatan ke Australia. Ternyata setelah ditelusuri, atas permintaan penyidik Polri karena status Gus Nur tersangka, meskipun tidak ditahan.
Jadi, kuat dugaan status Mardani Maming, Bendum PBNU sudah tersangka ini valid. Hanya saja KPK belum melakukan ekpose ke Publik. KPK sepertinya melakukan tindakan antisipasi, khawatir Mardani Maming kabur ke luar negeri.
Mardani Maming sendiri, pada 2 Juni lalu diperiksa KPK terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Dia diperiksa lantaran namanya disebut dalam sidang eks Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalsel.
Pada Sidang Suap Izin Tambang, Mardani Maming Disebut Terima Dana Rp89 M. Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Christian Soetio, saat menjadi saksi di sidang, menyebut Mardani menerima Rp89 miliar. Soetio menyebut Mardani menerima uang melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Mardani yang juga kader PDIP disebut menerima suap terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. SK tersebut terkait dengan Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Kasus ini memang kasus yang terjadi pada tahun 2011 lalu (saat menjabat Bupati Tanah Bumbu). Namun, apakah kasus ini akan berdampak pada PBNU? Mengingat, Mardani Maming baru menjadi Bendum PBNU hasil Muktamar NU ke-34 tahun 2021 yang lalu di Lampung?
Kalau diterapkan UU TPPU (tindak pidana pencucian uang), maka seluruh aliran dana korupsi wajib ditelusuri. Tidak peduli mengalir kemana dan untuk acara apa.
Agak terlalu dini untuk berspekulasi tentang pihak-pihak yang menerima duit korupsi ini. Namun, apakah ini juga ada kaitannya dengan 'otoritas' KPK yang disebut milik istana untuk melawan PDIP yang konon punya 'otoritas' di Kejagung yang belum lama ini mengacak-acak oligarki minyak goreng? Adakah perang 'Mega - Jokowi' pada kasus minyak goreng dan Mardani Maming?
Kita ikuti saja kasus ini dengan seksama.
(*)