Komentar tersebut dikaitkan dengan munculnya sebuah pertanyaan, “sejak kapan rendang punya agama?”
UAH menyampaikan pendapatnya tersebut melalui unggahan video melalui channel youtube resminya Adi Hidayat Official yang diunggah pada hari Kamis, 16 Juni 2022.
Dalam video tersebut UAH menyampaikan untuk tidak “mengecilkan” apapun terlebih apabila sesuatu tersebut telah menjadi tradisi.
“Jadi jangan pernah mengecilkan apapun apalagi bila sudah menjadi tradisi,” ujar UAH dalam video tersebut.
Kemudian UAH juga menambahkan terkait munculnya sebuah pertanyaan tentang sejak kapan rendang punya agama. Jawabnya sejak batik, calung, dan angklung punya kewarganegaraan.
“Ada pertanyaan sejak kapan rendang itu punya agama, maka dijawab, apa jawabannya? Sejak batik, calung, angklung punya kewarganegaraan,” jawab UAH.
UAH mengilustrasikan ketika batik yang menjadi budaya Indonesia diklaim oleh negara lain. Tentu orang Indonesia akan menolak hal tersebut.
“Kalau batik diklaim sama Malaysia mau tidak? tidak, orang Indonesia akan mengatakan batik itu budaya Indonesia, sudah melekat karena itu tidak ingin diklaim oleh negara-negara lain,” ucap UAH
UAH kemudian kembali menegaskan, bila memang tidak pantas untuk diklaim lantas sejak kapan batik memiliki kewarganegaraannya.
“Pertanyaannya sejak kapan batik punya kewarganegaraan? kan sama saja, artinya itu adalah pertanyaan yang tidak berfaedah karena itu sudah menjadi budaya yang melekat,” lanjut UAH.
UAH juga menambahkan kaidah ushul fiqh bahwa sebuah adat bila sudah melekat maka ia akan menjadi sebuah hukum.
“Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan al adatu muhakkamah kalau sudah melekat, sudah baik dikenal dengan itu maka jadi hukum, kalau sudah jadi hukum maka dikenal oleh masyarakat, kalau berbeda dengan itu maka akan ada sesuatu yang nyeleneh menyimpang,” ucap UAH.
Ustadz yang lahir di Banten ini juga menambahkan tentang falsafah minang yang erat kaitannya dengan syariat Islam.
“Rendang itu produk masyarakat minang, budaya di minang falsafahnya berbunyi adat bersanding syarah, syarah bersanding kitabullah karena itu setiap yang keluar dari minang lekat dengan syariat walaupun produk makanan,” ucap UAH.
UAH juga menyebutkan pertanyaan soal agama pada makanan merupakan pertanyaan yang kurang kerjaan.
“Jadi jangan tanyakan tentang agamanya, kalau bertanya tentang agama pada makanan itu pertanyaan kurang kerjaan,” ujar UAH.
Sumber: Makassar.terkini.id