WANHEARTNEWS.COM - Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (Disperpakan) Kabupaten Sleman melaporkan sebanyak 908 hewan ternak di wilayah tersebut terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) per Rabu (8/6).
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Disperpakan Sleman Sri Rahayu Saddyahsih Nawang Wulan mengatakan angka itu meliputi data hewan ternak sakit, baik yang terkonfirmasi maupun suspek PMK. Dari total angka itu, sebanyak 882 ekor ternak berstatus suspek.
Ratusan hewan itu pun sudah dianggap dan diperlakukan sebagai hewan positif terkena virus PMK.
"Kasus total ada 908, terkonfirmasi lab PCR (terkonfirmasi) PMK ada 26 ekor, suspect ada 882 ekor, sembuh 8 dan mati 3, yang potong paksa belum ada," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Disperpakan Sleman Sri Rahayu Saddyahsih Nawang Wulan di Kantor Bupati Sleman, dilansir Sabtu (11/6/2022)
Nawang menjelaskan ternak sakit berkategori suspek memiliki ciri bergejala klinis kriteria berat. Seperti, air liur berlebih (hipersalivasi), demam, hingga melepuh pada bagian gusi dan lidah.
Lebih lanjut, jumlah reagen di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Kulon Progo sangat terbatas. Sehingga, hewan-hewan ternak yang berstatus suspek tidak ditindaklanjuti dengan tes PCR.
Ia menambahkan Kabupaten Sleman hanya mendapat jatah 20 kali tes sejak merebaknya PMK. Namun, ia memaklumi karena BBVet juga mengampu seluruh wilayah DI Yogyakarta, sebagian Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur, serta Lampung.
"Suspek, sebenarnya iya. (Dianggap) itu yang positif dan kita tangani sampai tuntas nanti," tutur Nawang.
Menurutnya, hewan yang terkonfirmasi maupun suspek PMK terus mendapatkan disinfeksi secara rutin untuk kandangnya, serta diberikan pengobatan. Meskipun, ketersediaan obat pengurang rasa sakit dan demam, seperti analgesik dan antipiretik, kian menipis.
Adapun di Kabupaten Sleman, kasus PMK telah ditemukan di total 12 kecamatan sejak awal Mei 2022.
Kecamatan tersebut yaitu Moyudan, Gamping, Tempel, Mlati, Sleman, Ngaglik, Pakem, Ngemplak, Cangkringan, Berbah, Prambanan, dan Kalasan.
Nawang menuturkan meluasnya PMK di wilayah Sleman disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, kondisi hewan yang tampak sehat.
"Biasanya para peternak, pedagang, atau pengepul ternak itu mendapatkan hewan pada saat membeli. Bahkan disertai SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan)," kata Nawang.
"Karena masa inkubasi PMK ini 14 hari, kadang ternak datang di kandang dalam keadaan sehat, tetapi mungkin 3-5 hari kemudian baru menunjukkan gejala klinis. Memang waktu beli kelihatannya sehat," imbuhnya.
Nawang juga menduga meluasnya PMK dikarenakan para peternak, pedagang, pengepul, termasuk perugas peternakan kurang waspada dengan model penularan airborne (melalui udara) dari virus ini.
"Peternak, petugas, atau siapa pun datang ke kandang yang sudah positif PMK, kemudian keluar tanpa biosecurity, tanpa membersihkan diri masuk ke kandang yang belum ada kejadian itu bisa menularkan," katanya.
Meskipun kasus PMK meluas di Sleman, pemerintah kabupaten memutuskan tidak akan menutup melainkan hanya membatasi lalu lintas hewan ternak yang masuk ke wilayahnya. Ini karena 40 persen kebutuhan daging dipasok dari luar daerah.
"Otomatis untuk memenuhi hewan kurban nanti juga datang hewan-hewan kurban dari luar. Kami tetap melakukan pemantauan dan pemeriksaan," ujarnya.
Sumber: lawjustice