Happy Ending Drama Formula E
Oleh: Fahd Pahdepie (Penulis, Penyuka Drama, Bukan Fans Kebut-kebutan)
Terlepas dari segala dramanya, harus diakui Formula E atau Jakarta ePrix sukses digelar. Para pecinta olahraga ini dari seantero dunia memujinya, bikin nama Indonesia harum. Rasanya kita juga harus berbangga, Jakarta International ePrix Circuit (JIEC) adalah salah satu sirkuit balap mobil listrik terindah di dunia.
Dan Anies Baswedan layak mendapatkan kredit untuk kerja besar ini. Dia jadi aktor utama yang punya kharisma di mata semua yang menyaksikan drama ini, terlepas dari kita menyukai atau membencinya. Meski di awal penuh hujatan dan cacian, aneka lika-liku cerita, Gubernur DKI itu memilih fokus bekerja dan membuktikan semuanya lewat prestasi nyata.
Dalam waktu kurang dari dua bulan, yang sebelumnya diragukan, dihina sebagai tempat ngangon kambing dan buangan lumpur, pengerjaan sirkuit Formula E Jakarta di Ancol justru sukses besar dan mengundang decak kagum. “It’s beautiful!” Puji Oliver Askew, pebalap dari tim Avalanche Andretti. Punya sirkuit balap mobil listrik seindah itu, kini Jakarta setara dengan New York, London, Monaco dan Berlin. Alasan apa lagi untuk kita gagal membanggakannya?
Konon, pembiayaan Formula E ini bermasalah. Benarkah demikian? Kita mau percaya pada rumor media sosial, pernyataan politisi, atau keputusan resmi otoritas pemerintah? Tahun ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan laporan keuangan Pemprov DKI berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Itu status tertinggi untuk pengelolaan anggaran yang dikerjakan dengan benar dan sesuai prosedur. Di Era Anies, Jakarta menyabet 5 kali berturut-turut status WTP itu.
Masalahnya, harus diakui event ini punya drama politiknya sendiri. Ada yang suka sekali dan mendukung Anies Baswedan, bahkan digadang menjadi calon presiden RI berikutnya. Ada pula yang benci setengah mati dan berusaha menjegal Anies untuk terus melaju menjadi capres. Inilah yang bikin keruh. Kita tidak lagi fokus pada kerja-kerja nyata untuk bikin Indonesia bangga, tapi sibuk berdebat siapa mendukung siapa dan harus menjatuhkan siapa. Para politisi ikut main drama-dramaan itu, jadi kawan atau lawan, protagonis atau antagonis.
Di penghujung drama, persoalan sponsorship jadi puncak konflik antar para tokoh yang bermain lakon itu. Kita yang menonton dibikin gregetan. Kok bisa tidak ada satupun BUMN yang jadi sponsor acara bergengsi level dunia ini? Bahkan PLN yang sedang menggalakkan energi ramah lingkungan dan listrik untuk bahan bakar kendaraan? Ke mana Pertamina yang getol mengkampanyekan ‘renewable energy’? Kenapa Telkomsel kalah gesit sama Indosat Ooredoo untuk mendukung acara ini?
Media sosial pun riuh. Para pendengung jadi sibuk dan punya bahan gunjingan. Nama Menteri BUMN disebut-sebut, Jubir Menteri BUMN berdebat di TV, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang semestinya menyokong acara ini sebagai ajang yang menambah daya tarik wisata Indonesia justru bungkam. Hingga akhirnya dengan setengah marah dan heroik ketua panitia Formula E menyatakan, “Gue males ngemis-ngemis. Kalau nggak mau jadi sponsor, ya sudah.” Sambil ia memborong ratusan tiket dari koceknya sendiri. Teman saya malah tanya, di Jawa Tengah ada sirkuit apa? Semua ini benar-benar jadi bahan drama yang sempurna.
Ngomong-ngomong, benarkah pemerintah tak mendukung acara Formula E ini? Sebenarnya tergantung bagaimana kita melihatnya. Logikanya, tidak mungkin pemerintah tidak mendukung sama sekali apalagi menentangnya. Venue digeser dari Monas ke Ancol, justru membawa berkah sirkuit ini bisa berdampingan dengan JIS, kan? Bahwa anggarannya disetujui, ada ‘blessing’ Kementerian Keuangan di sana. Bagaimana kerja sama antar negara bisa lancar, mobil-mobil balapnya bisa masuk ke Indonesia, dan seterusnya, tentu ada peran pemerintah pusat di sana.
Rasanya benar kata Presiden Jokowi. Tidak mendukung bagaimana? Pemerintah pusat ikut memantau saat kegiatan ini dipersiapkan, bahkan Presiden ikut meninjau langsung. Saat event-nya diselenggarakan, para pejabat pun datang. Mulai dari Menparekraf Sandi Uno, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo hingga Ketua DPR RI Puan Maharani. Fantastis bukan? Semua mendukung acara ini dengan gembira.
Demikianlah, Formula E pun berakhir ‘happy ending’ hari Sabtu 4 Juni lalu. Saat pemberian hadiah di podium kepada para pebalap, Presiden didapuk langsung untuk menyerahkannya, tanpa dipersoalkan ‘paspampres’ DKI. Meski ada yang iseng saat momen itu terjadi, karena Puan Maharani berdiri di samping juara ke-3, Edoardo Mortara, ada yang men-tweet, “Alhamdulillah Bu Puan juara 4.” Hehehe. Netizen Indonesia memang jenaka.
Alhamdulilah bu puan juara 4 formula e pic.twitter.com/bsEFijlPj2
— 𝔹𝕣𝕚𝕘𝕚𝕥 ℕ𝕒𝕞𝕚𝕕𝕒 (@BrigitNamida) June 4, 2022
Akhirnya, setelah lika-liku drama ini, setelah akhir yang bahagia, malaikat juga tahu Anies Baswedan yang jadi juaranya. Ia bisa bekerja, meski di tengah tekanan dan caci maki. Ia membuktikan semua serangan dan hinaan dengan prestasi. Dalam waktu singkat, tanpa investor dan sponsor, tempat ngangon kambing dan kubangan lumpur di Ancol bisa disulap jadi salah satu sirkuit balap terindah di dunia.
Mungkin kita memang harus minta bantuan Anies. Kalau Ibu Kota Nusantara (IKN) dipersoalkan sebab banyak investor yang tak mau membiayai, pengerjaannya lambat dan kurang meyakinkan, coba serahkan kepada Jakpro. Mungkin akan cepat selesai. Hehehe.
Sampai jumpa di drama berikutnya!
(Sumber: INILAH)