OLEH: SALAMUDDIN DAENG
DARIPADA menaikkan tarif listrik malah akan menjadi bumerang bagi PLN sendiri. Mengapa jadi bumerang?
Selama ini tidak banyak publik yang tau bahwa listrik yang dihasilkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah over supply atau kelebihan kapasitas. Pihak PLN sendiri pernah mengatakan bahwa listrik yang mereka hasilkan hanya terjual 50 persen saja.
Bahkan ada kabar yang lain mengatakan bahwa di masa covid 19 listrik yang dihasilkan PLN hanya terjual 30 persen. Selebihnya terbuang percuma.
Padahal PLN harus membeli seluruh listrik yang dihasilkan oleh Independen Power Producer (IPP) alias pembangkit listrik swasta. Sistem yang digunakan dalam pembelian listrik swasta adalah Take Or Pay (TOP). Dengan sistem ini maka berapapun listrik yang dihasilkan swasta wajib dibeli oleh PLN.
Jadi swasta setiap detik menerima uang dari PLN. Sementara PLN setiap detik mengeluarkan uang untuk membeli listrik swasta. Namun karena PLN over supply maka listrik yang dibeli PLN tersebut dibuang percuma. Sampai sekarang belum ada teknologi penyimpanan listrik. Jadi PLN beli listrik untuk dibuang.
Supaya tidak banyak membuang bahan bakar primer di PLN sendiri maka sering kali pembangkit milik PLN sendiri dimatikan. Demi agar tetap menyerap listrik swasta tersebut. Sebab walaupun tidak diserap listrik swasta tersebut harus tetap dibayar oleh PLN.
Jadi pembangkit listrik milik PLN sendiri yang dimatikan. Ini luar biasa pengorbanan PLN kepada para pebisnis listrik. PLN rela membuang sumber daya dari pembangkit sendiri yang telah memakan uang investasi yang sangat besar sekali.
Sekarang masalahnya makin lama kantong PLN makin kering kerontang. Habis uang buat tiga hal: 1. Beli listrik swasta, 2. Beli energi primer gas, batubara dan solar, 3. Biaya pemeliharaan infrastruktur yang mahal. Jika terus menumpuk utang, maka akan membahayakan masa depan perusahaan di masa mendatang.
Belakangan beredar kabar bahwa untuk mengatasi cash flow atau aliran uang masuk yang makin menipis PLN berencana menaikkan tarif listrik. Kebijakan ini tampaknya karena pemerintah tak bisa lagi membayar kompensasi kepada PLN. Uang kompensasi adalah berasal dari perhitungan selisih tarif listrik PLN dengan biaya pokok produksi listrik. Kompensasi ini digantikan oleh pemerintah. Namun pemerintah sekarang tidak punya uang. Utang kompensasi kepada PLN sudah terlalu besar.
Namun menaikkan tarif bukanlah langkah yang sepenuhnya tepat. Karena PLN berhadapan dengan over produksi tadi atau kelebihan produksi listrik yang tidak terjual.
Kalau menaikkan tarif maka besar kemungkinan jumlah listrik yang terjual akan semakin menurun. Jika itu terjadi maka kerugian yang diderita akibat over supply tadi makin jauh dari jalan keluar. Atau menaikkan tarif akan menambah masalah baru bagi PLN.
Solusi Minta Diskon ke IPP
Pada masa pandemi berlangsung banyak sekali kebijakan diskon tarif listrik yang diberikan PLN kepada konsumen listrik. Kebijakan ini tentu saja diambil atas dasar persetujuan dari pemerintah.
Lagi-lagi gantinya adalah dana kompensasi yang belum pasti kapan akan dibayar oleh menteri keuangan. Biasanya dalam tradisi selalu terlambat 3 tahunan.
Selain itu, PLN juga belum melakukan penyesuaian tarif dengan alasan untuk mendukung ekonomi, stabilitas harga energi dan daya beli masyarakat. Bahkan tarif golongan ataspun tidak dilakukan penyesuaian dalam beberapa tahun terakhir. Semua itu menjadi kerugian yang harus ditanggung oleh PLN.
Lalu bagaimana pembangkit swasta atau IPP? Apakah mereka ikut menanggung kerugian? Tentu saja tidak. Listrik dari IPP selalu dibeli PLN sesuai dengan harga pasar atau harga keekonomian.
Pembangkit listrik IPP selalu untung, apapun situasinya baik dimasa covid maupun sebelumnya. Sistem pengelolaan ketenagalistrikan memastikan pembangkit listrik swasta untung besar dari bisnis listrik.
Oleh karenanya dimasa pemulihan ekonomi pasca Covid ini seharusnya PLN dengan didukung oleh pemerintah melakukan renegosiasi dengan pembangkit listrik swasta, terutama pembangkit listrik fosil, untuk memberikan diskon harga penjualan listrik ke PLN. Ini sebenarnya adalah langkah untuk menanggung bersama kelebihan kapasitas listrik nasional.
Kebijakan diskon harga oleh pembangkit listrik swasta mutlak diperlukan oleh PLN untuk menyelamatkan keuangan PLN sendiri yang sedang memburuk. Karena jika PLN benar-benar bangkrut maka IPP pun akan ikut bangkrut karena PLN tidak lagi sanggup membeli listrik IPP.
Ini adalah langkah untuk recover together agar semua selamat menyongsong era jatuh tempo utang yang akan menjadi masalah terbesar PLN di tahun-tahun mendatang.
Mudah mudahan Menteri BUMN Erick Tochir bisa membantu PLN melakukan negosiasi dengan IPP ini. Sehingga PLN tidak menderita rugi besar sebagaimana yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani.