WANHEARTNEWS.COM - Pemerintah memastikan tidak akan mengekspor energi baru terbarukan atau EBT ke luar negeri. Hal itu ditegaskan untuk mengutamakan kebutuhan domestik mengingat bauran listrik dari energi bersih secara nasional masih berada pada angka 11,7 persen.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan larangan ekspor energi baru terbarukan itu kebijakan yang serupa seperti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan minyak goreng. Yang, mengharuskan badan usaha memprioritaskan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
"Tapi bukan berarti kita anti asing. Tetap kita lakukan seperti yang kita lakukan kepada batu bara dan minyak sawit," kata Erick dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Jumat, 3 Juni 2022.
Erick menjabarkan, keputusan Pemerintah untuk melarang ekspor setrum merupakan kebijakan yang lumrah di tengah kebutuhan energi baru terbarukan di Indonesia masih tinggi. Hal itu sejalan pula dengan kebijakan pemerintah mendorong pembangunan dan pengembangan industri hijau di dalam negeri.
"Ketika negara membutuhkan energi terbarukan diprioritaskan ke dalam negeri sebelum keluar negeri, itu mah sah-sah saja," ujar Erick.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dalam KTT ASEAN-Amerika Serikat menyampaikan akan melarang ekspor energi baru terbarukan ke negara lain. Keputusan itu akan dituangkan dalam sebuah aturan terkait yang akan segera dibuat sebagai dasar hukum.
Pemerintah mempersilahkan perusahaan perusahaan asing untuk masuk ke Indonesia dan membangun proyek energi baru terbarukan. Namun energi bersihnya tidak untuk disalurkan ke luar Indonesia.
Beberapa perusahaan pelat merah, seperti PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) telah menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan asing untuk memproduksi energi baru terbarukan dan mengekspornya.
Meski demikian, Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada Deendarlianto mengatakan larangan itu tidak akan berdampak terhadap penanaman modal asing mengingat kebutuhan Indonesia terhadap energi bersih masih sangat besar.
Deendarlianto menjelaskan bahwa apabila suplai energi baru terbarukan itu belum bisa mencukupi kebutuhan domestik, maka larangan ekspor tidak akan menjadi persoalan. Lantaran bauran setrum bersih masih 11,7 persen, sedangkan Pemerintah harus mengejar target 23 persen pada tahun 2025.
Sumber: viva