BELUM juga tuntas pengendalian wabah pandemi COVID-19 yang telah menimbulkan banyak korban, dunia kembali dihadapkan pada berjangkitnya dua wabah penyakit baru, yaitu hepatitis akut yang terjadi pada anak-anak, dan cacar monyet. Meskipun penyebaran kedua penyakit ini relatif lambat dan masih dalam wilayah yang terbatas - terlebih lagi bila dibandingkan dengan wabah COVID-19 - ancaman keduanya perlu ditanggapi secara serius. Hal ini termasuk perlunya menyelidiki asal dari virus secara tuntas. Pandangan WHO dan beberapa organisasi terkait yang belum juga mengambil langkah-langkah drastis untuk mengendalikan penyebaran kedua penyakit tersebut tidak boleh kita jadikan alasan untuk meremehkan ancaman dari wabah baru. Perlu diingat, untuk kasus COVID-19 pun, WHO dinilai terlalu lambat dalam mengambil tindakan dan juga dalam mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi.
Bila diperhatikan sekilas, munculnya wabah penyakit secara berturut-turut merupakan hal yang wajar, mengingat banyak wabah penyakit yang muncul dari waktu ke waktu mengikuti siklus tertentu. Akan tetapi, bila dilihat secara seksama, terdapat kejanggalan dalam munculnya wabah hepatitis akut pada anak dan cacar monyet kali ini. Hal ini mengingat karena seperti halnya COVID-19, kedua penyakit tersebut juga disebabkan oleh virus, yaitu adenovirus dan virus monkeypox. Pada masa pandemi di mana kesadaran sanitasi masyarakat sangat jauh meningkat dibandingkan dengan sebelumnya - yang dibuktikan dengan hasil survey di beberapa negara yang menunjukkan peningkatan kebiasaan masyarakat untuk mencuci tangan dan mengenakan masker - seharusnya akan lebih sulit bagi virus untuk menyebar dari satu manusia ke manusia lain. Ditambah lagi dengan pelaksanaan protokol kesehatan di tempat umum, yang tentunya juga akan berkontribusi pada rendahnya penyebaran virus. Akan tetapi, dalam kondisi yang kurang kondusif bagi penyebaran virus tersebut, adenovirus dan virus monkeypox tetap dapat menginfeksi korban dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor non-alami yang membantu penyebaran kedua virus tersebut. Terlebih lagi untuk kasus cacar monyet, virus monkeypox dikenal sebagai virus yang tidak berbahaya dan tidak mudah menular. Untuk virus yang menyebar saat ini pun, tidak ditemukan bukti bahwa virus tersebut telah berevolusi menjadi virus yang mudah menular. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa wabah kali ini lebih disebabkan oleh faktor diluar faktor-faktor alami.
Salah satu faktor non-alami - atau faktor buatan manusia - yang bisa menjadi penyebab timbulnya wabah kali ini adalah penelitian terkait dengan pengembangan senjata biologis. Perlu diingat, terdapat beberapa fakta yang mengindikasikan bahwa virus penyebab pandemi COVID-19 mungkin berasal dari eksperimen senjata biologis. Sebagai contoh adalah fakta-fakta ilmiah seperti hasil penelitian oleh Rossana Segreto dari University of Innsbruck dan Yuri Deigin dari Youthereum Genetics Inc., yang setelah menilik struktur genetik virus COVID-19, menyatakan bahwa terdapat kemungkinan virus tersebut bersumber dari laboratorium. Fakta bahwa belum ditemukannya kerabat terdekat dari virus COVID-19 di kelelawar - induk semang alami virus tersebut - juga merujuk pada kemungkinan bahwa virus COVID-19 adalah hasil dari rekayasa genetik manusia. Mengenai pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam pengembangan virus COVID-19 ini, fakta-fakta seperti dekatnya lokasi pasar Huanan - yang disinyalir sebagai tempat asal penyebaran virus COVID-19 - dari Institut Virologi Wuhan, sering dipakai untuk menuding pemerintah Cina sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Akan tetapi, terdapat bukti-bukti yang lebih kuat yang menuju pada dugaan bahwa sebenarnya pihak Amerikalah yang berada di belakang pandemi kali ini. Hasil pengamatan terhadap situs USA spending (https://www.usaspending.gov) oleh ‘The Expose’ menunjukkan bahwa departemen pertahanan Amerika memberikan kontrak kepada Labyrinth Global Health Inc. untuk penelitian COVID-19. Ketidakwajaran dari data ini terletak pada tanggal kontrak, dimana kontrak diberikan pada tanggal 12 November 2019, satu bulan sebelum dugaan munculnya virus COVID-19 di Wuhan, dan tiga bulan sebelum virus tersebut secara resmi dinamakan COVID-19. Apabila pemerintah Amerika tidak terlibat dalam pengembangan virus tersebut, bagaimana bisa mereka mengeluarkan kontrak mengenai COVID-19 sebelum tersebarnya virus, terlebih lagi sebelum diketahui bahwa virus tersebut bakal dinamakan COVID-19? Hal ini hanya dimungkinkan bila pemerintah Amerika telah memiliki data-data mengenai virus COVID-19 sebelumnya.
Penelusuran lebih lanjut menguakkan fakta bahwa sebelumnya Labyrinth Global Health Inc. telah berpartisipasi dalam program United States Agency for International Development (USAID) PREDICT, bersama dengan EcoHealth Alliance (EHA) dan Metabiota. Dalam program ini, mereka berkolaborasi untuk memperkuat pengawasan global dan kemampuan diagnostik laboratorium terhadap beberapa kelompok virus penting, termasuk filovirus, virus influenza, dan coronavirus. Perlu digarisbawahi bahwa program USAID PREDICT tersebut mengkatalogkan ratusan ribu sample biologi termasuk lebih dari sepuluh ribu kelelawar - yang ditengarai sebagai induk semang alami virus COVID-19. Dari sini terlihat bahwa Labyrinth Global Health Inc., bersama dengan EHA dan Metabiota, telah mengumpulkan banyak data terkait dengan virus COVID-19 dan berada dalam posisi yang strategis untuk pemanfaatan data-data tersebut. Tidak menutup kemungkinan kalau data tersebut dipakai dalam pengembangan virus COVID-19 sebagai senjata biologis. Tambahan fakta di mana pengembangan vaksin COVID-19 dinilai terlalu cepat oleh beberapa pihak - yang menunjukkan kesiapan pihak pengembang vaksin dalam mengantisipasi pandemi kali ini - menimbulkan kecurigaan bahwa pihak pengembang vaksin telah mendapat informasi dan data sebelumnya dari pemerintah Amerika mengenai virus yang akan menyebar. Data yang menunjukkan bahwa Moderna mengadakan persetujuan mengenai transfer kandidat vaksin mRNA virus corona dengan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), lembaga yang menangani alergi dan penyakit menular di bawah pemerintah Amerika, semakin meningkatkan kecurigaan ini, terlebih lagi karena persetujuan ini ditandatangani pada tanggal 12 Desember 2019, bulan di mana virus COVID-19 ditengarai mulai menyebar di Wuhan. Paparan di atas mengimplikasikan bahwa besar kemungkinan pemerintah Amerika terlibat dalam pengembangan virus COVID-19.
Mengenai berjangkitnya wabah yang lain baru-baru ini, seperti wabah cacar monyet, belum terdapat fakta yang kuat untuk membuktikan bahwa wabah ini juga berasal dari pengembangan senjata biologis. Akan tetapi, penjelasan di atas, yaitu mengenai tersebarnya wabah ini meskipun virus monkeypox tidak terlalu mudah menular, disamping juga kondisi sanitasi yang tidak kondusif bagi penyebaran virus, menunjukkan bahwa kemungkinan tindakan manusia sebagai penyebab wabah kali ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Terlebih lagi, laporan dari WHO yang bertajuk “Multi-country monkeypox outbreak in non-endemic countries” (Wabah cacar monyet multi-negara di negara-negara non-endemik) yang menyatakan bahwa tidak terdapat bukti masuknya virus dari negara-negara endemik cacar monyet - seperti Benin, Cameroon, dan Republik Afrika Tengah - ke negara-negara yang terjangkit wabah cacar monyet kali ini, menunjukkan bahwa besar kemungkinan virus monkeypox kali ini tidak berasal dari alam. Perlu juga diingat bahwa virus monkeypox merupakan bagian dari kelompok orthopoxvirus, yang sering dipergunakan dalam pengembangan senjata biologis di masa lalu. Sebagai contoh, laboratorium Fort Detrick di Amerika juga melakukan penelitian terhadap kelompok virus tersebut, sehingga tidak menutup kemungkinan kalau virus monkeypox adalah hasil rekayasa manusia untuk senjata biologis. Lebih lanjut, sejumlah monyet lab Amerika pernah melarikan diri di jalan raya Pennsylvania karena kecelakaan pada januari 2022, wanita yang kontak dekat dengan monyetnya jatuh sakit. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, wabah-wabah yang berjangkit akhir-akhir ini perlu dikaji ulang guna menemukan kebenaran dari asal mula virus yang tersebar, karena boleh jadi virus-virus tersebut berasal dari percobaan senjata biologis yang bisa mengancam kelangsungan umat manusia.
Oleh: Agus Inanto