Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sedang menganalisis aliran dana dari Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dari hasil sementara teridentifikasi ada penyalahgunaan dana terkait aktivitas terlarang.
"Transaksi mengindikasikan demikian (penyalahgunaan). Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang,"
Begitu, ungkap Ketua PPATK Ivan Yustina, Senin (4/7/2022).
Laporan itu, lanjut Ivan, dilayangkan ke Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Aneh, semestinya PPATK tidak membuka isi analisisis kepada publik. Cukup kepada penegak hukum sebagaimana amanat UU No 8 Tahun 2010.
Bocoran PPATK kepada publik ini sama saja telah mengabaikan asas praduga tidak bersalah. ACT belum dikonfirmasi atas temuan itu, belum pula ada penyelidikan. Namun sayang, statemen PPATK ini secara opini telah menjatuhkan vonis sepihak kepada ACT.
Apalagi, laporan itu disebut diteruskan ke Densus 88 dan BNPT. Patut diduga, framing narasi pendanaan terorisme melalui lembaga donasi sedang dijalankan.
Dampaknya, bukan hanya terhadap ACT tapi juga kepada seluruh lembaga donasi dan umat Islam pada umumnya. Umat akan digiring untuk menaruh curiga kepada setiap gerakan sosial yang menghimpun donasi dengan narasi 'pendanaan terorisme'. Umat juga dijejali kecurigaan terhadap lembaga donasi dengan narasi penyelewengan dana umat untuk kepentingan pribadi.
Akhirnya, semangat untuk saling tolong menolong diantara umat Islam berubah menjadi saling curiga dan penuh syak wasangka. Karena itu, umat Islam harus jeli dalam kasus ini.
Ada problem personal dan managerial, itu wajar. Dan perlu dilakukan perbaikan, wajib. Namun, kasus ACT ini jangan sampai dijadikan sarana generalisasi apalagi sandaran legitimasi untuk memerangi terorisme berdalih 'pendanaan terorisme'.
Konflik internal di ACT nampaknya sedang dieksploitasi untuk merusak kohesi sosial umat dan semangat filantropi untuk berbagi dan membantu sesama. Laporan TEMPO yang langsung diramaikan sosmed, PPATK langsung bunyi hingga munculnya BNPT dan Densus 88, patut diwaspadai ada motif jahat dibalik kasus ACT ini.
(*)