WANHEARTNEWS.COM - Sayangkan pemerintah dan DPR RI tidak melibatkan stakeholder dalam pembuatan draf RUU KUHP, Dewan Pers memandang RUU KUHP saat ini lebih berbahaya dan berpotensi memberangus kebebasan pers.
Pandangan itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra saat konferensi pers menyikapi RUU KUHP terhadap kebebasan pers di Gedung Dewan Pers Lantai 7, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat siang (15/7).
Azyumardi mengatakan, draf final yang beredar di publik tertanggal 4 Juli 2022, poin-poin yang telah disampaikan oleh Dewan Pers pada 2019 lalu sama sekali tidak berubah.
"Jadi apa yang kita Dewan Pers usulkan itu sama sekali gak dipedulikan, gak sampai, walaupun mereka beralasan kalangan DPR dan pemerintah terutama mengatakan ini kan RUU yang sudah dibahas oleh DPR atau pemerintah sebelumnya kemudian dibawa ke DPR sekarang ini. Jadi tidak ada perubahan, itu poinnya," ujar Azyumardi.
Bahkan kata Azyumardi, dari delapan poin yang disampaikan oleh Dewan Pers, saat ini malah bertambah beberapa poin yang akan membelenggu kebebasan pers.
Misalnya, terkait larangan menyiarkan hal-hal yang berbau komunisme, marxisme, dan leninisme. Selanjutnya, terkait larangan menyiarkan berita-berita yang belum teruji kebenarannya.
"Jadi kalau misalnya sebuah pemberitaan itu tidak sesuai dengan kebenaran, faktanya tidak sesuai dengan fakta, maka jurnalis dan medianya bisa kena delik, kena hukum," kata Azyumardi.
Sehingga kata Azyumardi, saat ini ada sekitar 12 poin isu-isu yang membelenggu kebebasan pers. Bahkan, Azyumardi menyebut saat ini wartawan menjadi objek delik dan kriminalisasi.
Selain itu, Azyumardi juga menyoroti terkait larangan mengkritik tanpa adanya solusi yang disampaikan oleh media; serta larangan menyiarkan berita pengadilan tanpa adanya izin dari hakim.
"Oleh karena itu kita berkesimpulan bahwa, RUU KUHP yang sekarang jauh lebih berbahaya dan sangat lebih berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan beraspirasi," terangnya.
Sehingga, lanjutnya, media tidak bisa lagi memainkan peran sebagai kekuatan check and balance dengan pemberitaan terhadap pemerintahan.
"Oleh karena itu, sangat sayang sekali kalau sejauh ini proses RUU KUHP ini tidak melibatkan masyarakat sipil, tidak melibatkan pers. Kita tidak pernah lagi Dewan Pers diajak, misalnya membahas RUU KUHP itu, sudah tidak ada lagi," katanya.
Dia berharap pemerintah dan DPR agar kembali mengkaji, melihat kembali dengan mengundang stakeholder atau pemangku kepentingan terkait dalam pembahasan RUU KHUP.
"Misalnya soal pers ya undang lah Dewan Pers bersama konstituen kita di sini. Coba diundang, dibahas kembali pasal-pasal kontroversial itu agar kita diskusikan kembali," sambungnya menutup.
Sumber: rmol